Demi Masa Depan, AUM Inovatif dan Kepemimpinan Transformatif
Dunia bergerak semakin cepat, percepatan dan keterkejutan peradaban ini semakin nampak nyata di depan mata. Oleh karena itu, dalam tata kelola Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) diperlukan langkah inovatif dan alternatif yang didukung sumber daya manusia untuk menatap peradaban ke depan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengungkapkan hal itu dalam acara Pelantikan Direksi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping, Jogjakarta, Jumat lalu.
Menuturkan, menciptakan AUM yang inovatif dan alternatif membutuhkan sumber daya manusia yang unggul dan itu berkelindan dengan kepemimpinan transformatif.
Aspek kepemimpinan transformatif di antaranya meliputi kemampuan dalam memobilisasi potensi.
Mobilisasi Potensi Warga
Menurut Haedar, di beberapa kasus kurangnya kemampuan pemimpin dalam memobilisasi potensi menyebabkan indek pembangunan manusia Indonesia masih relatif rendah, padahal Indonesia memiliki kader-kader potensial.
Terlebih dalam konteks Umat Islam di Indonesia dengan banyaknya potensi, namun tidak maksimal dimanfaatkan untuk mencapai suatu kemajuan. Menurutnya, pemimpin tidak hanya boleh berkutat di menara gading dengan beragam simbolik. Melainkan harus bisa menyatu dengan semua untuk mampu merubah keadaan.
Aspek kepemimpinan transformatif selanjutnya adalah pemimpin yang mampu memproyeksikan masa depan. Dalam menyongsong masa depan, Haedar berpesan supaya pemimpin di lingkungan AUM dan Persyarikatan Muhammadiyah lebih-lebih harus memiliki proyeksi yang jelas, dan langkah yang terukur dalam menyongsong masa depan.
Kepemimpinan Transformatif
“Untuk meraih masa depan, kepemimpinan transformatif juga memerlukan agenda strategis. Langkah-langkah yang tersistem, jangka menengah apa, jangka panjang apa,” tuturnya.
Oleh karena itu diperlukan pemimpin yang bukan hanya sekali jadi, tapi pemimpin yang memiliki semangat belajar sepanjang masa. Lebih detail lagi, Haedar menyebut proses belajar yang berlaku internal untuk memperbaiki diri dan eksternal untuk memperbaiki sistem.
Mengatur tata kelola AUM untuk menyongsong masa depan gemilang, di sisi lain juga diperlukan perubahan paradigma.
Identits Organisasi
Mengutip Disertasi Siti Noordjanah Djohantini, Haedar menyebut perubahan harus berdasar pada identitas yang dimiliki oleh kelompok, atau yang disebut dengan identitas organisasi (organization identity).
“Yang itu sebenarnya sudah dimiliki oleh Muhammadiyah sejak awal,” imbuh Haedar.
Dalam konteks yang lebih luas, menurut Haedar sebuah bangsa bisa maju itu disebabkan oleh karakter universal yang dibangun seperti bangsa yang lain, akan tetapi karakter yang khas itu hanya dimiliki oleh bangsa itu sendiri. Maka untuk memajukan Indonesia tidak bisa hanya dengan copy paste konsep kemajuan dari Negara lain.
“Yang bisa membedakan Indonesia itu tiga, ada Agama, Pancasila, dan Kebudayaan Luhur Bangsa, ini yang disebut sebagai identitas bangsa,” tuturnya.