Balada Pria Tuna Netra Keliling Empat Kabupaten Jual Sapu
Di tengah cuaca terik di bulan Ramadhan, dua laki-laki paruh baya terlihat berjalan di depan minimarket patung Bandeng-Lele Lamongan. Salah satunya tuna netra. Dia membawa beberapa kemoceng. Sementara satunya lagi membawa sapu.
Mereka adalah Caswin dan Mitro. Datang dari Kota Pahlawan Surabaya, menjajakan 10 buah sapu dan 20 buah kemoceng di Lamongan, Senin, 13 Mei 2019.
Sejak 1995 Mitro mengaku telah berjualan sapu dan kemoceng keliling dari Surabaya ke Lamongan, Gresik, Tuban dan Bojonegoro. Dengan bekal Rp 60.000 per orang setiap hari, Mitro menaiki bus dari Terminal Purabaya menuju halte Lamongan Plaza Dapur, kemudian berjalan kaki mengitari Kota Lamongan.
"Saya jalan dari Dapur, terus ke terminal, pasar ikan, alun-alun, terus istirahat di sini (minimarket Bandeng-Lele). Ini nanti sore jalan lagi sampai ke Dapur terus pulang ke Surabaya. Besok mau ke Bojonegoro,” cerita Mitro sambil menawarkan kemocengnya. Sementara Caswin yang tuna netra merupakan sahabat Mitro sejak 1980-an. Dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya, mereka selalu berdua.
Mereka mengambil barang dagangan dari salah satu kenalan Caswin seharga Rp5000-12.500. Barang ini kemudian dijual kembali seharga Rp 15.000–25.000 di empat Kabupaten tersebut.
Dari hasil penjualan, mereka bisa mendapat untung antara Rp120.000-250.000 per hari. Namun jika dibandingkan dengan modal transportasi yang mereka keluarkan, terkadang pendapatan mereka bisa habis hingga minus.
Namun hal itu tak menyurutkan Mitro untuk terus berjualan. Padahal usainya sudah menginjak kepala enam. Mitro masih tetap semangat berjualan demi biaya kuliah anaknya di Banyumas.
"Saya cuma bisa ini yah saya lakukan ini. Semangat selalu buat anak saya yang masih kuliah," kata pria kelahiran 1959 itu.
Pria asal Banyumas itu mempunyai dua anak perempuan. Yang satu sudah berumah tangga, sementara satunya lagi sedang menempuh pendidikan di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Sedangkan Caswin yang tuna netra hidup sebatang kara. Sehari-harinya Caswin ikut berkeliling menjajakan sapu dan kemoceng bersama Mitro.
Selain membagi keuntungan berdua, mereka harus membagi penghasilan untuk biaya hidup sehari-hari dan nafkah untuk keluarga. Meskipun harus berkeliling empat kabupaten untuk menjajakan dagangan, hanya satu cita-cita Mitro. Dirinya ingin melihat putrinya menyandang gelar sarjana pendidikan dan nantinya bisa menjadi guru.
“Pokoknya anak saya kuliahnya gak putus, biar nanti bisa jadi guru," katanya kepada reporter ngopibareng.id. (kik)