Delta Kali Menjadi Pusat Peradaban dari Zaman ke Zaman
Sejak abad ke-8, di daerah aliran sungai (DAS) Kali Brantas telah berdiri sebuah kerajaan dengan corak agraris. Kerajaan ini bernama Kanjuruhan. Kerajaan Kanjuruhan meninggalkan Candi Badut dan prasasti Dinoyo, yang berangka tahun 760 M. Abad 8. Sekarang abad 21. Sangat tua.
Semakin tua lagi adalah peradaban manusia purba yang pernah hidup di daerah aliran sungai Bengawan Solo. Usianya puluhan ribu tahun sebelum masehi. Ada Sangiran di Jawa Tengah dan Trinil di Jawa Timur. Dimanapun di belahan dunia ini, sungai yang menyimpan air menjadi sumber kehidupan, mulai flora, fauna hingga manusia.
Misalnya di Kairo. Kota Kairo merupakan kota yang sangat penting dalam sejarah peradaban Islam. Pada Abad Pertengahan, kota ini memiliki peranan yang hampir sama pentingnya dengan kota Baghdad di Persia dan Cordoba di Eropa.
Kairo, yang terletak di delta Sungai Nil, ini telah dihuni manusia Mesir Kuno sejak tahun 3500 Sebelum Masehi. Mesir Kuno sempat mencapai kemakmuran di bawah penguasa Zoser, Khufu, Khafre, Menaure, Unas dan lainnya. Di masa itu, ibukota Mesir Kuno itu sudah menjadi salah satu kota yang berpengaruh di dunia.
Seperti halnya sungai Nil, sungai Brantas maupun anak-anak sungainya juga menjadi sumber air dan sumber kehidupan. Bukti terkuat tentang adanya budaya pertanian, yang ditunjang oleh pengembangan prasarana pengairan (irigasi) yang intensif, ditemukan di DAS Kali Brantas. Adanya peradaban ini bisa disimak pada Prasasti Harinjing di Pare.
Ada tiga bagian prasasti yang ditemukan, yang tertua berangka tahun 726 S atau 804 M dan yang termuda bertarikh 849 S atau 927 M. Dalam prasasti ini, disebutkan pembangunan sistem irigasi (yang terdiri atas saluran dan bendung atau tanggul) yang disebut dawuhan pada anak sungai Kali Konto, yakni Kali Harinjing (Lombard, 2000).
Bagaimana dengan delta Kalimas?
Sebagai ilustrasi tambahan bahwa delta kali sudah lama menjadi jujugan peradaban adalah delta kali Brantas sebagai induk dari Kalimas. Delta Brantas di Mlirip, wilayah kabupaten Sidoarjo paling barat, tepatnya di wilayah yang dikenal dengan nama Tarik, pernah menjadi pusat peradaban asal mula kerajaan Majapahit di akhir abad 13. Yakni tahun 1293.
Tafsir sejarah Nagarakertagama berkisah bahwa Majapahit terletak di lembah Sungai Brantas, sebelah tenggara Kota Majakerta, di daerah Trik, sebuah desa kecil di persimpangan Kali Mas (Brantas) dan Kali Porong.
Sementara itu di naskah Pararaton dikisahkan tentang pendirian kerajaan Majapahit di desa Trik, yang lokasinya di selatan Surabaya. Di situlah, di delta kali: antara Kali Brantas (Kalimas) dan Kali Porong, sebuah peradaban baru mulai tumbuh. Yaitu Majapahit sebelum akhirnya berpindah lagi ke lokasi baru di Trowulan.
Pada tahun 2018, di beberapa tempat di desa Tarik ini ditemukan sebaran benda arkeologi, yang diduga dari awal peradaban Majapahit.
Di antara temuan itu adalah bekas bangunan atau susunan batu bata merah, fosil kayu, arca, mata uang koin serta umpak. Semua ini ditemukan terpendam di dusun Kedungklinter, Desa Kedungbocok, Kecamatan Tarik, kabupaten Sidoarjo.
Hal yang sama, di sebuah delta Kalimas dan Pegirian Surabaya juga ditemukan benda arkeologi yang terpendam di kampung Pandean pada akhir tahun 2018. Yakni sumur jobong yang terbuat dari terakota, yang umum ditemukan di wilayah arkeologi Trowulan.
Menurut Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, sumur jobong di gang kampung Pandean Surabaya ini merupakan peninggalan dari era Majapahit.
Sementara, pendiri Museum Online Deddy Endarto menduga sumur yang terpendam dalam tanah itu berasal dari sebelum era Majapahit. Dari era kapan pun, sumur jobong ini menjadi pertanda ketuaan kampung Pandean di kawasan Peneleh.