Deklarasi Kesabaran
Pagi hari setelah penetapan Mahfud MD sebagai calon wakil presiden Ganjar Pranowo, saya mendapat kiriman pesan di WhatsApp. Pesan itu datang dari orang yang selama ini saya hormati: Dahlan Iskan.
“Bu Mega hebat ya...mau pilih Pak Mahfud. Saya terharu. Pak Mahfud sampai mau datang ke pengadilan saat saya dipersoalkan dulu. Beliau luar biasa. Juga berkali-kali ke rumah Sakura (rumah Dahlan Iskan, red). Bu Mega hebat!,” tulisnya.
Tak tahu mengapa dia mengirim pujiannya ke saya. Tapi mantan bos Jawa Pos Group dan Menteri BUMN ini tahu kalau saya dulu sering mendampingi Megawati. Ketika saya masih menjadi wartawan. Saat sebelum Putri Bung Karno itu jadi Ketua Umum PDI Perjuangan. Bersama Mas Erros Djarot, Gus Ipul (Saifullah Yusuf) dan wartawan senior M Anis.
Yang juga pasti, keputusan Megawati untuk memilih Mahfud MD yang putra Madura ini dianggap melegakan banyak pihak. Sebab, ia dikenal sebagai figur yang punya pengalaman lengkap di politik. Pernah menjadi anggota DPR RI (legislatif), menteri (eksekutif) dan Ketua Mahkamah Konstitusi (yudikatif).
Apalagi para tokoh Madura. Seingatan saya, ini kali pertama putra kelahiran Madura mempunyai capaian sampai di tingkat kepemimpinan nasional. Maka tak heran, ada banyak tokoh Madura yang tadinya sudah deklarasi di “lain hati” kini beralih menjadi pendukung Mahfud MD.
Mahfud dibesarkan Gus Dur. Dikenal lurus dan teguh dalam bersikap. Juga konsisten serta menguasai tentang masalah hukum tata negara. NU sejak sebelum lahir, meski karena politik ada yang berusaha menafikan ke-NU-annya. Berani melawan arus opini publik jika opini itu dianggapnya tidak benar.
Di luar berbagai intrik dan permainan catur para elit politik, pilpres kali ini memberi berbagai pelajaran penting. Apa itu? Salah satunya adalah bahwa kesabaran dan keteguhan adalah kunci. Mahfud adalah contohnya. Demikian juga Ganjar yang sudah jauh-jauh hari ditetapkan menjadi capres PDI Perjuangan.
Semua orang tahu, berbagai drama dan perjuangan harus dilalui sampai ke titik resmi mereka menjadi calon presiden dan wakil presiden. Keduanya adalah bukan pengendali partai. Mereka bukan pemilik amunisi dan logistik yang biasanya menjadi modal transaksi dalam politik. Menurut istilah Gus Dur: Modal Dengkul.
Mahfud MD harus bersabar lima tahun untuk benar-benar menjadi cawapres. Pada pemilu lalu, ia sudah diminta menyiapkan baju putih untuk deklarasi. Juga sudah siap-siap di dekat lokasi deklarasi. Ternyata, pada detik-detik terakhir ia gagal jadi cawapres karena partai koalisi ada yang tak menghendaki. Akhirnya Presiden Jokowi memilih KH A. Ma'ruf Amin.
Jika dilihat dari perjalanannya, Ganjar juga mengalami proses panjang yang butuh kesabaran untuk sampai pada capaian sekarang. Selama ini, ia harus menghadapi gelombang penentangan –bahkan dari dalam partai tempat ia berkiprah. Ia melalui berbagai ujian kesabaran bertubi-tubi.
Setelah bergabung dengan partai berlambang kepala banteng moncong putih, ia terpilih menjadi anggota DPR RI. Lalu ditugaskan bertarung dalam pemilihan Gubernur Jateng dengan hanya modal elektabilitas awal hanya 4 persen. Tapi berhasil.
Masuk ke periode dua, ia diuji oleh kawan perjuangan yang juga seniornya di UGM: Bambang Pacul. Ia ditentang dan di’’downgrade’’ jelang pemilihan untuk periode kedua. Tapi ia tetap lolos dan menjadi gubernur lagi.
Ketika disebut-sebut menjadi salah satu bakal calon presiden, ia diuji oleh kawan-kawannya sendiri di partai. Ditentang keras, meski akhirnya ia yang dipilih Megawati untuk diusung PDIP. Sempat diuji soal ideologi dengan harus menentang keterlibatan Israel dalam Piala Dunia U-20 di Indonesia yang batal.
Garis tangan dan kesabaran rupanya membawa Ketua Umum Kagama ini sampai ke capaian sekarang. Menjadi calon presiden bersama calon wakil presiden Mahfud MD. Pasangan ini akan bersaing dengan Anies Rasyid Baswedan dan A. Muhaimin Iskandar serta pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Eh…tunggu dulu. Jika dilihat dari proses menjadi calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar juga perlu dihitung. Ketum Gerindra itu sabar untuk terus menjemput takdir agar bisa menjadi Presiden RI. Pilpres 2024 ini adalah kali keempat ia ikut pemilu. Pertama menjadi calon wapres di pilpres 2009, capres di pilpres 2014, 2019 dan 2024.
Cak Imin –demikian cawapres Anies Rasyid Baswedan– juga mempunyai kesabaran untuk bisa menjadi calon. Sudah berkali-kali mengajukan diri sebagai bakal calon presiden atau wakil presiden, baru kali ini berhasil menjadi calon. Setelah bergabung dalam Koalisi Perubahan yang digendong Partai Nasdem dan PKB.
Lantas bagaimana menghitung derajat sabar dari masing-masing kandidat itu? Ini yang agak susah. Tapi yang pasti, sebagai politisi, mereka adalah orang-orang yang sabar dalam menghadapi hinaan, caci maki, dan prasangka. Tidak semua orang bisa menghadapi demikian. Tak semua orang sabar dalam menghadapi itu semua.
Barangkali dari semua calon pasangan yang akan bertarung itu, hanya Gibran yang tidak perlu menghadapi kesabaran dalam proses. Sebab, ia bisa menjadi calon wakil presiden melalui jalur yang tak semua orang biasa melampauinya. Belum lama terjun di dunia politik langsung melejit di puncak.
Karena itu, mengukur Gibran harus dengan cara lain. Bukan dari parameter kesabaran dalam berproses. Tapi melalui garis tangan yang membuat ia bisa melenggang sampai kepada capaian sekarang. Sebab, memang tidak semua orang membawa takdir untuk bisa menjadi anak presiden seperti Gibran.
Lalu apa mereka yang sabar dan memiliki garis tangan itu akan betul-betul bisa mencapai sesuai dengan yang mereka inginkan? Tentu dari ketiga pasangan tersebut tidak semuanya bisa. Itu sangat tergantung pada hasil akhir dari coblosan yang akan berlangsung 14 Februari 2024 mendatang.
Siapa di antara mereka yang akan memetik hasil dari deklarasi kesabaran? Siapa di antara mereka yang menuju puncak garis tangan? Kita lihat saja prosesnya ke depan. Hanya saja, semuanya pasti berharap mereka adalah yang bisa memenuhi semua harapan warga bangsa.
Warga bangsa yang ingin hidup bahagia. Warga bangsa yang ingin negeri ini damai dan sejahtera. Warga bangsa yang berharap hadirnya pemimpin yang benar-benar bisa mengangkat derajat bersama.
Bukan mereka yang sekadar hanya ingin berkuasa!