Deklarasi Islamabad, 500 Ulama Pakistan Tolak Radikalisme
Para ulama Pakistan mengutuk penyalahgunaan fatwa-fatwa yang dikeluarkan secara serampangan oleh ulama radikal.
Mereka menyatakan, setiap pemeluk agama atau sekte memiliki hak konstitusional untuk tinggal di Pakistan; Tidak ada seorang pun yang boleh dibunuh atas nama agama; dan Hubungan Pakistan dengan Arab Saudi harus dipertimbangkan kembali.
Hal itu terungkap dalam pernyataan yang ditandatangani lebih dari 500 ulama Pakistan. Mereka menandatangani “Deklarasi Islamabad” untuk menentang terorisme dalam Islam, kekerasan yang dilakukan atas nama agama, dan fatwa-fatwa yang dikeluarkan secara serampangan oleh para ulama radikal.
Demikian dikutip ngopibareng.id, dari Asia News, Minggu 3 Februari 2019.
Disebutkan, deklarasi tersebut ditandatangani di Islamabad, ibukota Pakistan, pada 6 Januari 2019 dalam sebuah konferensi yang bertajuk “Seerat-e-Rehmat-ul-Alameen (SAW)”. Konferensi tersebut diselenggarakan di bawah naungan Dewan Ulama Pakistan (PUC).
"Akhirnya, mereka juga menyesalkan fatwa-fatwa yang ditujukan terhadap para pegawai pemerintahan dan menekankan bahwa kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh Pakistan dan Arab Saudi yang melarang kebebasan beragama tidak dapat ditoleransi."
Inisiatif ini merupakan titik balik dalam sejarah Republik Islam Pakistan, yang telah ditandai oleh serangan terhadap kaum minoritas seperti Kristen serta kelompok-kelompok Islam yang dilabeli “kafir” seperti Ahmadiyah dan Syiah.
Dokumen itu juga memuat referensi khusus terhadap Asia Masih, atau yang lebih dikenal sebagai Asia Bibi, seorang ibu Kristen yang pada awalnya dijatuhi hukuman mati atas tuduhan penistaan agama tetapi kemudian dibebaskan setelah sembilan tahun dipenjara. Kasusnya, yang sekali lagi sedang ditinjau, setelah dikampanyekan oleh kaum radikal, harus diperhatikan dalam skala prioritas.
Dokumen tersebut terdiri dari tujuh poin dan berisi poin-poin yang relevan terkait kebebasan beragama.
Dalam poin 1, resolusi tersebut mengutuk pembunuhan yang dilakukan “dengan alasan keyakinan agama”, dan menyatakan bahwa hal tersebut “bertentangan dengan ajaran Islam”.
Deklarasi selanjutnya mengatakan (poin 2) bahwa tidak ada pemimpin agama yang memiliki hak untuk mengkritik para nabi, dan (poin 3) tidak boleh ada sekte dalam Islam yang harus dinyatakan sebagai “kafir”.
Karenanya, tidak ada Muslim atau non-Muslim yang dapat dianggap layak untuk terbunuh di luar proses hukum. Seluruh pemeluk agama, apa pun agama atau sekte mereka, memiliki hak konstitusional untuk hidup di negara itu dan boleh menjalankan norma budaya dan agama mereka.
Berdasarkan poin-poin di atas maka muncul lah poin 4 yang menyatakan bahwa setiap kelompok agama berhak untuk berorganisasi secara otonom dengan persetujuan pemerintah daerah. Lalu segala macam materi (buku, pamflet, audio) yang menghasut kebencian agama harus dilarang (poin 5).
Deklarasi Islamabad juga mengakui bahwa Pakistan adalah negara multi-etnis dan multi-agama; oleh karena itu, (poin 6) “pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan terhadap kehidupan dan harta benda non-Muslim yang tinggal di Pakistan.”
Demikian pula, pemerintah harus menindak tegas siapa pun yang mengancam tempat-tempat suci non-Muslim yang berada di Pakistan.
Poin terakhir (poin 7), pemerintah harus melaksanakan Rencana Aksi Nasional melawan ekstremisme.
Akhirnya, mereka juga menyesalkan fatwa-fatwa yang ditujukan terhadap para pegawai pemerintahan dan menekankan bahwa kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh Pakistan dan Arab Saudi yang melarang kebebasan beragama tidak dapat ditoleransi.
Resolusi tersebut juga menyatakan bahwa non-Muslim yang tinggal di Pakistan harus mendapatkan hak yang sama dengan orang-orang lainnya dan pemerintah Pakistan harus melindungi hak-hak dasar kaum minoritas. (adi/anews)