Dejan Lovren Ikut Usir Pussy Riot Keluar Lapangan
Kemunculan para penyusup di awal babak kedua dalam laga final Piala Dunia, Minggu 15 Juli lalu, membuat Dejan Lovren kesal.
Bek Kroasia ini sampai ikut turun tangan membantu petugas keamanan. Lovren sempat memarahi lalu menarik kerah kemeja salah satu penonton nekat tersebut.
Lovren merasa geram terhadap aksi mereka. Pasalnya, Kroasia tengah memiliki momentum untuk menyerang pertahanan Prancis. Bola berada di sisi Ivan Rakitic saat itu.
“Saya benar-benar marah karena kami tengah bermain bagus dalam momen tersebut. Kami terlihat bermain sepak bola dengan baik lalu beberapa gangguan datang,” kata Lovren seperti dilansir Daily Mail.
Karena sangat kesal, Lovren mengaku kelepasan saat menarik penonton nekat ke luar lapangan Stadion Luzhniki Moskow.
“Saya kehilangan kontrol di pikiran dan menarik pria tersebut. Saya berharap bisa membuangnya dari stadion,” terang Lovren.
Gangguan tersebut menyebabkan pertandingan dihentikan beberapa saat. Laga kemudian dilanjutkan setelah para penyusup ini bisa dikeluarkan oleh Dejan Lovren dan petugas keamanan.
Ternyata mereka adalah band Pussy Riot asal Rusia. Band punk tersebut memang kerap melontarkan kritik kepada pemerintah Rusia.
Saat masuk ke lapangan dari belakang gawang Prancis, tiga orang itu menggunakan baju putih dan celana panjang hitam mirip seragam polisi Rusia. Satu orang lainnya sempat mencoba masuk namun sudah dihadang petugas di tepi lapangan.
Keempat orang itu adalah Veronika Nikulshina, Olga Pakhtusova, Olga Kurachyova dan Pyotr Verzilov, satu-satunya laki-laki.
Kini, keempat orang tersebut telah dihukum penjara selama 15 hari, dan dilarang menghadiri acara olahraga selama tiga tahun.
Olga Kurachyova, salah satu personil Pussy Riot mengatakan, aksi mereka dimaksudkan untuk mempromosikan kebebasan berbicara dan mengutuk kebijakan FIFA.
“FIFA terlibat dalam permainan yang tidak adil, sayangnya FIFA adalah teman kepala negara yang melakukan represi, yang melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Adapun Pyotr Verzilov mengatakan aksi itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana ‘negara, dalam bentuk polisi, mengganggu kehidupan masyarakat’.
Tiga anggota Pussy Riot pernah dipenjara pada tahun 2012 karena melakukan protes terhadap Putin di sebuah gereja. Sejak saat itu kelompok tersebut menjadi simbol tindakan langsung anti-Kremlin.