Dedikasi Rudy Tangani Covid sampai Mati
Sampai tadi pagi saya tidak percaya bahwa pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang meninggal karena Covid-19 itu adalah Rudy Ermawan Yulianto. Yang sejak awal tahun ini menjabat sebagai Kepala Badan Perencana Pemerintah Daerah (Bappeda) Jatim.
Baru ngeh setelah diingatkan anak saya yang kebetulan sahabat anaknya. "Pak Rudy, bapaknya Mas Irsyad meninggal ya Pa?," tanyanya begitu bangun dari tidurnya. Irsyad adalah anak pertamanya Rudy.
Pejabat Pemprov yang arsitek lulusan Institut Tehnologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini tergolong pejabat egaliter. Penyuka musik jazz dan punya resort keren Kampung Jawi di Wonosalam.
Begitu yakin ia meninggal karena corona, ingatan saya langsung pertemuan terakhir saya empat bulan lalu. Saat pandemi Covid-19 mulai merambah Surabaya dan sejumlah kota di Jatim.
Ia mengajak ketemu di kantornya. Kantor Bappeda yang mulai dirombak interiornya dengan beberapa ornamen Jawa. Seperti resotnya di Wonosalam Jombang yang mengadopsi sejarah arsitektur sejak jaman Majapahit.
Obrolan panjang di sore hari habis Ashar menjelang Maghrib. Setelah ia seharian penuh mendampingi Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Sekdaprov Heru Tjahjono.
"Beberapa hari ini kami sedang menelusuri sejumlah anggaran yang bisa dialokasikan untuk pencegahan Covid-19. Bersama Pak Sekda. Kami standby terus sewaktu-waktu dipanggil Ibu (gubernur)," katanya.
Sejak pandemi, Rudy memang mendedikasikan diri untuk menanganinya bersama Gubernur dan Sekdaprov. Sehari-hari, ia lebih banyak di kantor atau di Gedung Grahadi. Kadang-kadang mendampingi kunjungan lapangan bersama Gubernur.
Mobilnya penuh dengan pakaian untuk ganti. Tidak setiap hari bisa pulang ke rumahnya di kawasan Gayungsari Surabaya. Apalagi menikmati akhir pekan di resortnya Kampung Jawi.
Di sela-sela perbincangan serius, ia sempat mengungkap rasa-rasan antar pejabat Pemprov. Yang cemas juga terpapar Covid-19 di saat beban keras dalam menangani pandemi ini.
"Saya bilang ke Pak Sekdaprov, dalam situasi seperti ini kita memang harus hati-hati. Tapi tidak bisa mengelak dari tugas. Yang bisa kita lakukan menata kembali niat," katanya.
Rudy tergolong pejabat yang loyal kepada atasan. Ia mendedikasikan penuh hidupnya untuk amanah yang dia emban. Seperti ketika pandemi harus ditangani.
Saya mengenalnya juga belum lama. Padahal sudah bertahun-tahun ia ingin saya melihat Kampung Jawi miliknya sejak lama. Melalui anaknya dan anak saya.
Namun baru keturutan setelah ia diangkat menjadi Kepala Bappeda Jatim. Ia ingin memamerkan visi arsitekturalnya dalam budaya Jawa.
Rudy adalah anak seorang pengusaha ritel di Lamongan. Mempunyai toko ritel di desa. Namun, sudah sejak lama mereka diminta tinggal di Wonosalam.
Dalam penanganan Covid pun ia berusaha untuk tidak terjebak dalam motif politik. Termasuk dalam menjaga atasannya. Orientasinya betul-betul menjaga warga.
Demikian juga saat harus menjadi pengendali perencanaan anggaran di Pemprov Jatim. Kegelisahannya saat menghadapi pandemi terasa bahwa ia menangani pagebluk ini dengan hati.
Ia pun pernah bercerita jika lebih suka dengan jabatannya yang dulu. Sebagai Kepala Dinas Cipta Karya yang bertugas ikut memikirkan perumahan rakyat.
"Saya sebetulnya lebih suka dengan tugas yang sesuai dengan passion saya. Karena itu saya lebih senang saat di Dinas Cipta Karya," tuturnya.
Namun atasannya punya pikiran lain. Ia pun akhirnya tak bisa mengelak ketika ditugasi menjadi Kepala Bappeda. Yang bertanggungjawab atas perencanaan.
Ternyata Rudy yang penuh dedikasi dalam tugasnya itu tak berumur panjang. Ia harus menghadap ke Yang Maha Kuasa karena virus Corona.
Dedikasi Rudy menangani pandemi Covid akhirnya ia bawa hingga mati. Selamat jalan Pak Rudy. Meski bukan tenaga medis, Anda termasuk pahlawan dalam melawan Covid-19.