Debat Terakhir Pilgub Jatim 2024, WALHI Jatim: Tidak Ada Paslon yang Serius Membahas Ekologi
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur menilai, ketiga pasangan calon yang mengikuti gelaran debat pamungkas Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2024 pada Senin 18 November 2024 malam, tidak ada yang serius dan abai untuk membahas mengenai isu lingkungan hidup secara serius.
Direktur WALHI Jatim, Wahyu Eka Setyawan mengatakan, meski KPU Jatim sudah mencoba menampilkan tema mengenai lingkungan, tetapi ketiga pasangan calon, baik paslon Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Hakim, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak, dan Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta tidak sepenuhnya menyoal hal tersebut.
Menurut Wahyu, justru yang ditampilkan dalam debat semalam adalah pengabaian tergadap isu lingkungan hidup. Hal tersebut, lanjut Wahyu, menunjukkan lemahnya perspektif ekologis, baik dari para pasangan calon maupun penyelenggara Pilgub, dalam hal ini KPU Jatim.
"Menurut kami, dalam visi dan misi, kampanye ataupun janji politik, bahkan tema yang diangkat dalam debat malahan lebih berfokus pada pembangunan fisik dan eksploitasi sumber daya alam, tanpa mempertimbangkan persoalan konservasi, baik itu pelestarian atau perlindungan) dan preservasi lingkungan, yakni pemertahanan atau pemeliharaan," paparnya kepada Ngopibareng.id, Selasa 19 November 2024.
Menurut WALHI Jatim, dari delapan bahasan turunan yang ditampilkan oleh KPU Jatim tidak ada satu pun yang memuat mengenai prinsip konservasi dan preservasi secara mendalam. Sebaliknya, pendekatan yang diusung lebih kepada eksploitasi sumber daya alam dengan bungkus go green atau ramah lingkungan.
Wahyu menjelaskan, salah satu contoh nyata adalah tema mengenai pertambangan. WALHI menilai bahwa gagasan untuk mengharmoniskan pertambangan dengan nilai-nilai ekologis merupakan suatu kekonyolan.
Pertambangan, terutama di wilayah yang telah mengalami tekanan ekologis tinggi seperti Jawa Timur, selalu membawa dampak kerusakan lingkungan yang sulit untuk dipulihkan.
"Kami menggarisbawahi bahwa seharusnya yang dibahas adalah bagaimana upaya untuk menghentikan penerbitan izin tambang baru, seperti strategi menertibkan tambang-tambang nakal, termasuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ilegal, tambang dengan IUP eksplorasi tetapi sudah menambang, serta izin tambang yang mencaplok kawasan lindung seperti hutan dan permukiman. Lalu, langkah dalam menghentikan legalisasi tambang ilegal, yang hanya memperburuk krisis lingkungan di daerah," tegasnya.
Selanjutnya, Wahyu juga menggarisbawahi tema mengenai tata ruang. Prinsip utama dalam perencanaan tata ruang seharusnya adalah pembatasan dan perlindungan terhadap kawasan yang rentan, bukan hanya sekadar integrasi wilayah.
Sayangnya, lanjut Wahyu, Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Timur yang terbaru justru mengizinkan aktivitas pertambangan di kawasan lindung.
"Ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap konservasi lingkungan. Apakah ada yang membahas ini? Menjadi sebuah “kerisauan” yang seharusnya dijawab. Mengingat akibat kebijakan tata ruang yang salah arah telah mengakibatkan banyaknya ruang terbuka hijau, kawasan hutan, dan lahan pertanian produktif yang dicaplok untuk pembangunan perumahan, kawasan industri, dan infrastruktur," terang dia.
Terakhir, WALHI Jatim menyoroti pembahasan mengenai tema energi. Wahyu mengatakan, justru yang ditampilkan adalah infrastruktur listrik, tidak fokus untuk membawa Jawa Timur berbenah dalam persoalan transisi energi, semisal pembahasan mengenai RUED, yang belum konkrit dalam membahas transisi energi ke EBT.
"Perlu pembahasan mengenai persoalan energi terbarukan yang sering kali dianggap sebagai solusi ramah lingkungan. Namun, pada beberapa praktik justru merusak dan melanggar hak warga, seperti geothermal dan waduk yang rentan menimbulkan degradasi lingkungan dan perampasan hak asasi manusia. Kami perlu, mengingatkan bahwa pengembangan energi terbarukan harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan serta hak asasi manusia yang ketat," tegasnya.
Untuk itu, Wahyu mewakili WALHI Jatim menyerukan kepada semua pihak untuk mengubah perspektif terhadap lingkungan hidup. Menurutnya, Pilgub seharusnya dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan dan pendekatan terhadap isu lingkungan, bukan untuk melegitimasi eksploitasi sumber daya alam.
"Para calon kandidat memang sudah sepatutnya harus mengedepankan prinsip konservasi, restorasi, dan keberlanjutan, demi menyelamatkan lingkungan dan kehidupan masyarakat di Jawa Timur. Tanpa langkah konkret, kondisi ekologis yang sudah terpuruk ini hanya akan semakin memburuk, dengan dampak yang tak hanya dirasakan oleh generasi sekarang, tetapi juga oleh generasi mendatang," pungkasnya.