Debat dengan Airlangga Pribadi, Henri Subiakto Mewakilkan Novri
Debat antar dua bintang pengajar Universitas Airlangga, Henri Subiakto dan Airlangga Pribadi tentang demo dan UU Omnibus Law tak jadi berlangsung. Setidaknya tertunda, tidak akan berlangsung dalam waktu dekat. Walaupun sebenarnya debat keduanya sudah terjadi dalam dua hari ini, tetapi melalui medsos.
Tetapi yang akan berlangsung dalam waktu dekat adalah debat antar Airlangga Pribadi dengan Novri Susan, yang disebut Henri Subiakto mewakili dirinya.
Hari ini, Airlangga melalui akun Airlangga Pribadi di Facebook membuat unggahan dalam box warna hitam; Pak Henri Subiakto menyatakan kepada saya di komen bahwa saat ini beliau sedang sibuk dengan tugas2 yang lebih penting dari dirinya sendiri, sehingga belum bisa berdebat dalam waktu dekat. Semangat Pak Henri semoga tetap sehat.
Benarkah Henri Subiakto yang selain Guru Besar di FISIP Unair juga Staf Ahli di Kemenkominfo sibuk?
Kepada Ngopibareng.id Rabu malam, Henri Subiakto menjawab singkat atas beberapa pertanyaan yang diajukan.
"Saya sudah diwakili oleh yuniornya Airlangga, siap berdebat namanya Novri Susan Ph.D. Saya masih ngurusi banyak hal yang lebih penting dari urusan pribadi saya. Novri lulusan Jepang, dan sudah muncul di FB Airlangga," kata Henri Subiakto.
Batal atau tertundanya debat Airlangga Pribadi dengan Henri Subiakto tentu membuat banyak pihak kecewa, termasuk para kolega di FISIP Unair. Karena debat sesama dosen Unair ini dianggap sebagai pertama terjadi, tidak hanya di kampus Unair tetapi juga kampus-kampus lain di tanah air.
Unggahan Airlangga Pribadi di Facebook yang menginformasikan penundaan debat, hingga Rabu malam sudah mendapat 60 komentar, yang umumnya menyayangkan ditundanya debat sampai batas waktu tak ditentukan. Misalnya:
Mas Atok; Wah... Padahal sudah siap kopi.
Mas Sapto Suharno; Asyiiiiik....Berarti masih ada kesempatan. Usul dibuat live.
Sementara Fachry Ali, pengamat politik dari Jakarta menulis; Aaamiiin. Berarti masih ada kans untuk berdebat —setelah urusan pentingnya lewat.
Tetapi banyak juga komentar yang bernada lain. Misalnya:
Momok Sritomo W; Sibuk apa ... kita semua kan termasuk orang2 yg pandai cari dan curi waktu utk melepas kesibukan ... tinggal niat atau tidaknya saja utk menguji akal sehat kita masing2.
Ilham Akhsanu Ridlo; Masya Alloh, profesor mmg tugasnya berat sekali ya mas. Sampai lupa sama diri sendiri.
Pipin Suhendar; Hebat prof.Henry ini jiwa altruismenya tinggi. Gradasi skala prioritasnya kealtruisannya pun memukau, sehinggga pencerahan kepada publik (sebagai bagian dari tugas civitas akademik) untuk persoalan publik dengan skala nasional pun beliau abaikan, tentu untuk persoalan yang lebih penting. Tabik.
Novri Susan, yang disebut Henri Subiakto akan mewakili dirinya juga berkomentar pada unggahan Airlangga Pribadi yang diposting Rabu pagi.
Novri Susan; Ane gantiin dia sepadan ga bung
Airlangga Pribadi; monggo Nov dengan senang hati. Kita berdebat di tiga hal peran intelektual, UU Cipta Kerja dan Demokrasi Indonesia, Live diselenggarakan bersama2. Sehat2 ya bro.
Novri Susan; kita bikin zoom aja biar jempol tetap awet muda. Kalau ngetik bisa ga nyampe pesan2nya. Sabtu ini gimana?
Airlangga Pribadi; selasa depan nov via zoom. Deal?
Novri Susan; ok syap, malam ya. Jam pituan gitu
Airlangga Pribadi; okay Nov sehat2 ya
Novri Susan; yutu ngga, keep fighting
Begitulah, debat Airlangga Pribadi dengan Henri Subiakto akan diganti dengan debat antara Airlangga Pribadi vs Novri Susan.
Perdebatan di medsos yang 'seru' antara Airlangga Pribadi dengan Henri Subiakto berawal dari cuitan Henri Subiakto di Twitter Senin 12 Oktober.
Buruh demo itu logis, krn kekuatan utama mrk mmg disitu bkn di argumentasi. Tp kalo ngaku intelektual ikut demo seperti buruh, berarti mrk lemah dlm argumentasi, dan enggan adu dalil dan konsep di MK. Lbh senang atau menikmati budaya grudak gruduk.
Sehari kemudian, Selasa 13 Oktober, Airlangga Pribadi mengunggah di Facebook tulisan pendek tiga alinea yang diberi judul cukup keras; Akademisi Keblinger! Pakai tanda seru.
Akademisi Keblinger!
Anda tidak sepakat dengan demonstrasi itu hak anda, namun apabila sebagai dosen anda merendahkan buruh yang demo dan menyatakan akademisi yang mendukung suatu demo tidak punya otak, maka pikiran anda yang perlu dikoreksi. Civil Right Movement di AS berhasil menghapus diskriminasi ras karena kehadiran ratusan ribu- 1 juta warga yang turun ke jalan, yang didalamnya termasuk dukungan intelektual macam C Wright Mills, Cornel West dan dipimpin pendeta intelektual Martin Luther King Jr.
Siapa yang meragukan kekuatan pikiran intelektual macam Jean Paul Sartre dan Michel Foucault dan mereka nggak hanya ongkang2 kaki di kampus, tapi mereka terlibat dalam massa aksi pada isu-isu publik.
Kemerdekaan Indonesia pun ditopang oleh aksi demonstrasi pada bulan Oktober 1945 di lapangan Ikada. Di dalam massa ada Tan Malaka dan para intelektual pergerakan. Tau Tan Malaka? (nis)
Advertisement