Dea OnlyFans Tersangka, Pakar: Pemerintah Bersihkan Aplikasinya!
Gusti Ayu Dewanti atau yang dikenal dengan nama Dea OnlyFans ditangkap oleh Dirkrimsus Polda Metro Jaya pada Kamis 24 Maret 2022 sore di sebuah kos harian dan bulanan yang terletak di Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Dea OnlyFans ditangkap karena diduga menyebarkan konten berbau pornografi melalui aplikasi tersebut. Yang bersangkutan diduga melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang pornografi.
Fenomena penyebaran konten pornografi melalui aplikasi di dunia maya menurut Pakar Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Brawijaya (UB) diperlukan langkah tegas oleh pemerintah.
"Jadi, pemerintah selayaknya melakukan bersih-bersih pada semua situs dan aplikasi yang bermain-main dengan konten pornografi, kekerasan dan lain-lain," ujar Pakar Komunikasi FISIP UB, Abdul Wahid pada Sabtu 26 Maret 2022.
Apalagi dalam hal ini aplikasi OnlyFans, kata Wahid, masih bebas diakses oleh masyarakat luas dari segala tingkatan usia. Sehingga, diperlukan langkah tepat untuk melindungi publik dari konten berbau kekerasan dan pornografi.
"Meskipun onlyfans mensyaratkan langganan untuk bisa akses, tapi internet pada dasarnya memungkinkan segala macam konten dapat diunggah ulang melalui ragam space," katanya.
Langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah ujar Wahid, yakni membuat suatu regulasi yang mengatur secara ketat terkait batasan usia pengguna internet untuk mengakses konten berbau pornografi hingga kekerasan.
"Permasalahannya, di Indonesia, kategori usia tidak diperhatikan secara serius di internet, terutama pada kategori anak-anak," ujarnya.
Ia mencontohkan, meskipun pemerintah sudah memiliki program internet positif, namun anak-anak masih bisa mengakses suatu situs dengan memanfaatkan VPN gratisan.
Bagi Wahid, langkah ini tidak hanya berlaku untuk OnlyFans saja tapi semua aplikasi seperti NimoTV, Tweetch hingga Youtube yang menyiarkan konten pornografi, kekerasan dan segala hal yang tak ramah bagi anak.
"Memang tidak akan bisa hilang, tapi setidaknya membuat yang tampak populer dan normal di mata anak-anak, menjadi samar bahkan tidak dapat diakses," katanya.