Pemerintah Dituding Diskriminasi dalam Tangani Corona
Satgas Waspada dan Siaga Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Herlina Burhan mengingatkan pada pemerintah dan masyarakat bahwa corona bukan satu-satunya virus yang mengancam kehidupan manusia. Penyakit TBC, demam berdarah, jantung, liver, AIDS, diabetes juga penyakit berisiko tinggi yang tingkat kematiannya lebih besar dari corona.
"Di Indonesia orang meninggal dunia karena TBC rata-rata 12 orang per hari," kata Ketua Ikatan Dokter Spesialis Paru Provinsi DKI Jakarta ini pada Kamis 12 Maret 2020.
Lulusan Fakultas Kedokteran UI ini mengambil contoh kasus deman berdarah Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini di NTT masuk zona merah karena kasus demam berdarah dengue (DBD) tertinggi di Indonesia. Sedikitnya ada 2,826 warga di provinsi itu terserang penyakit yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti tersebut.
Mengutip pernyataan Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan NTT, Erlina R. Salmun, Selasa 10 Maret 2020, menyebut data terakhir yang dihimpun hingga 8 Maret 2020, sudah ada 33 orang yang meninggal dunia dan 2.826 orang yang terpapar DBD .
Jumlah penderita DBD tersebut tersebar di 22 kabupaten dan kota di Provinsi NTT, dengan jumlah penderita terbanyak ada di Kabupaten Sikka.
"Tapi kenapa kok tidak diributkan seperti corona yang baru ditemukan 34 kasus positif corona, satu meninggal karena penyakit bawaan. Sedang beberapa orang di antaranya sudah dinyatakan sembuh," ujar Herlina mempertanyakan sikap pemerintah.
Karena itu, Herlina meminta kepada pemerintah jangan diskriminasi dalam menangani suatu penyakit. Corona atau Covid-19 memang tergolong virus baru yang cukup berbahaya. Tapi jangan semua tenaga dan energi dihabiskan hanya untuk corona. Seakan-akan virus corona yang akan membuat dunia ini berhenti berputar.
"Pemerintah menyerukan masyarakat jangan panik menghadapi virus yang lahir di daratan China. Tapi faktanya mereka sendiri yang terlihat panik," ujar Herlina.
Herlina mempertanyakan sikap pemerintah yang akan melarang semua kegiatan yang melibatkan orang banyak. Misalnya saja car free day di Jakarta yang akan dihentikan, sampai-sampai berjabatan tangan saja diatur.
"Apakah ini bukan bentuk dari kepanikan," tanyanya.
Dokter yang suka ngomong ceplas-ceplos ini merasa heran, mengapa opini tentang corona begitu dahsyat, seluruh dunia terguncang. Perdagangan terganggu. Sampai ibadah umrah pun distop oleh Pemerintah Arab Saudi.
"Ngeri banget," kata Herlina.
Dokter Herlina Burhan, Sp.P adalah dokter spesialis paru. Dia menamatkan pendidikannya di Universitas Indonesia. Saat ini dia berpraktik di dua rumah sakit, yakni di RS Islam Jakarta dan dan RS YARSI di Jakarta Pusat. Dia juga menjadi anggota Satgas Waspada dan Siaga Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Advertisement