DBD Ancam Mojokerto, 1 Anak Meninggal 7 Dirawat dalam Satu Desa
Satu orang pasien anak Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Parengan, Kecamatan, Jetis, Kabupaten Mojokerto, meninggal dunia. Hingga saat ini, tujuh anak-anak lainnya dari tiga rukun tetangga di dusun tersebut masih dalam perawatan pihak medis.
''Sekarang sudah bisa dikatakan darurat, karena di Desa Parengan, ada satu anak meninggal, usianya enam tahun positif DB,'' ungkap Kepala Puskesmas Jetis dr Kusuma Wardani, Sabtu 8 Januari 2022.
Satu anak meninggal diketahui berusia 6 tahun, ia diketahui meninggal awal tahun 2022, tepatnya Minggu, 2 Januari lalu.
Menurut Dani, dari hasil konfirmasi ke orang tuanya, korban yang berstatus siswa taman kanak-kanak ini meninggal dunia tak lain akibat lambatnya penanganan dari pihak keluarga. Saat kondisi demam anak menurun, orang tua menganggapnya sudah sembuh. Padahal, sebaliknya disituasi saat itu anak sedang memasuki masa kritis.
"Dipikir dingin, anaknya itu sudah sembuh. Padahal itu di mana dia (korban) kritisnya. Anyep, lalu apatis, tidak mau makan, tidak mau ngomong. Baru perutnya sakit itu langsung di bawah ke rumah sakit, tak lama meninggal. Tapi sempat di laboratorium. Trombositnya 40 ribu, padahal normalnya 150 ribu," ujarnya.
Munculnya kasus DBD di wilayah kerjanya, membuat istriĀ Camat Mojoanyar itu langsung melakukan pengambilan sampel pada penderita yang memiliki ciri mengarah ke DB, dan juga melakukan fogging ke sejumlah desa yang warganya sudah dinyatakan positif DBD.
Sebagai tindak lanjut, puskesmas juga bakal mengumpulkan semua kepala desa di Kecamatan Jetis untuk dilakukan edukasi ke masyarakatnya. Hal itu sekaligus mencegah persebaran DBD dan mengantisipasi kejadian buruk yang lain.
"Kita sosialisasi di Desa Perning dulu setelah itu di Parengan. Kita tegaskan kalau panas tiga hari wajib dilakukan uji laboratorium. Kalau mereka tidak punya BPJS, tidak apa-apa pakai KTP, kita yang datang ke desa," katanya
Dokter Kusuma Wardani berharap, masyarakat lebih hati-hati. Dengan tetap menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). "Kami juga berharap pada masyarakat dapat lebih responsif membawa anggota keluarganya yang sakit untuk menjalani pemeriksaan di fasilitas kesehatan. Itu dibutuhkan mengurangi risiko paling buruk akibat DBD," tandasnya.
Advertisement