Daya Tarik NU
oleh: Hasanuddin Ali
Founder and CEO Alvara Research Center, Jakarta.
Apa yang menjadi daya tarik Nahdlatul Ulama (NU) hingga bisa bertahan puluhan tahun dan jumlahnya jamaahnya terus membesar? Survei terakhir Alvara tahun 2019 menunjukkan jumlah orang indonesia yang mengaku menjadi anggota NU sebesar 39.4%, jumlah ini setara dengan lebih dari 88 juta penduduk Indonesia
Bila dilihat dari sisi spiritual, kita akan dengan mudah menemukan jawabannya. NU adalah organisasi ulama yang didirikan oleh kiai-kiai yang sudah teruji, siapa bisa meragukan kealiman Mbah Hasyim (KH Hasyim Asy'ari), Mbah Wahab (KH Wahab Hasbullah), Mbah Bisri (KH Bisri Syansuri), dan para muassis NU lainnya. Kebesaran NU hingga hari ini adalah bukti karomah beliau-beliau yang secara ikhlas mendedikasikan seluruh hidupnya di NU dan umat.
Namun demikian kita juga membutuhkan penjelasan yang lebih rasional. Penjelasan yang mudah dimengeri oleh semua orang terutama buat khalayak yang tidak terlalu paham mengenai NU.
Dulu saya pernah mengutip Susan Fournier, Profesor Marketing dari Boston University, soal tiga jenis kemunitas. Pertama, Pools, komunitas ini disatukan oleh shared values atau nilai-nilai yang sama, atau bahasa gampangnya komunitas yang memiliki ideologi yang sama.
Kedua, Web, komunitas ini disatukan oleh jejaring yang kuat, hubungan antar anggota komumitas ini cukup erat. Ketiga, Hub, komunitas ini disatukan oleh tokoh idola/panutan, karisma dari sang tokoh membuat orang tertarik ikut dalam sebuah komunitas.
Maka kalau dilihat dari teori ini, kita akan menemukan jawaban kenapa NU sampai saat ini tetap memiliki magnet yang sangat kuat. Kenapa? Karena ketiga tipe komunitas itu ada dan menyatu dalam tubuh NU sejak awal berdiri hingga kini. Mari kita bedah satu-satu.
Pertama, Tidak mudah untuk menjawab apa itu shared values NU, para pemikir NU kontemporer biasanya menjelaskan karakter atau prinsip keagamaan NU ada tiga, yaitu tawassuth (moderat), tawazzun (seimbang), dan i'tidal (tegak lurus). Tapi apakah ini yang menyatukan NU dalam satu komunitas? Saya rasa tidak. Lalu apa? Jawabannya kita harus menengok kembali ke masa saat NU berdiri tahun 1926.
Harus diakui salah satu latar belakang berdirinya NU tahun 1926 adalah respon atas menguatnya ajaran Wahabi yang di sokong oleh Bani Saud di Arab Saudi kala itu. Ajaran Wahabi yang cenderung puritan adalah ancaman serius terhadap ajaran Ahlusunnah wal jamaah (Aswaja) yang dipercaya dan dipraktekkan oleh mayoritas umat islam dunia termasuk Indonesia. Jadi suka tidak suka Aswaja, sebagai antitesis Wahabi, lah yang membuat orang-orang berbondong menjadi NU.
Kedua, kekuatan sentral NU terletak pada kiai dan pesantrennya yang jumlahnya hingga ratusan ribu dan tersebar hingga ke penjuru Indonesia. Pesantren tersebut tidak berdiri sendiri tapi terkait satu sama lain. Jejaring pesantren ini terbentuk setidaknya karena dua hal, keilmuwan dan kekerabatan.
Maka tidak salah juga kalau ada orang yang mengatakan NU adalah sebenarnya adalah asosiasi pondok pesantren. Namun demikian harus diakui juga jaringan pondok pesantren dan hubungan pribadi antar kiai inilah yang menjadi perekat NU hingga kini.
Ketiga, NU dilahirkan oleh ulama-ulama besar dan hingga kinipun juga masih melahirkan ulama-ulama yang memiliki kealiman yang tinggi. Gus Dur misalnya, ketokohanya tidak hanya terjadi dikalangan NU, tapi juga mampu menembus sekat-sekat primordial masyarakat kita. Karisma tokoh kiai yang mumpuni akan selalu menjadi daya tarik yang kuat untuk membuat orang-orang masuk ke sebuah komunitas keagamaan.
Walhasil berbekal kekuatan tersebut bagaimana NU menatap ke depan?
Advertisement