Dawet Durian Racikan Dimas Syuhada, Bukan Sekedar Dawet Biasa
Siang itu tak terlalu terik. Awan mendung menghias langit Surabaya. Maklum Surabaya saat sudah memasuki musim penghujan. Namun, meski sudah masuk musim penghujan bukan berarti kuliner yang menyegarkan dahaga tak laku. Contohnya es dawet racikan Dimas Syuhada.
Dengan gerobak yang didominasi warna kuning, Dimas menggelar dagangannya di sekitar Jalan Taman Nginden Intan, Surabaya. Tak jauh dari Masjid Sabilus Salam. Beberapa pembeli tampak mengantre menunggu dilayani. Namun kondisi itu tak menyurutkan Dimas berbagi cerita dengan reporter ngopibareng.id
Dimas bercerita jika baru menekuni usaha es dawet ini sekitar 2018 lalu. Saat itu, ia tak langsung buka lapak di Jalan Taman Nginden seperti sekarang. Melainkan di tempat lain. Sayang, di tempat lama pembelinya tak banyak. Dimas pun sempat pindah dua kali. Baru di Taman Intan Nginden ini dia merasa cocok lokasinya. Jalan Taman Nginden Intan dianggap cocok karena sesuai dengan target pembelinya.
Awalnya, ia hanya berjualan saat weekend saja. Jumlah es dawetnya pun terbatas. Hanya bawa 20 cup saja. Tapi ternyata pembelinya banyak, akhirnya ia memilih berjualan sebagai pekerjaan utamanya.
“Duriannya mahal, di sini tempat yang cocok. Dekat dengan perumahan dan kampus. Minuman ini memang untuk kalangan middle up” ceritanya.
Dimas memang membandrol es dawetnya dengan harga lebih mahal dibanding penjual sejenis lainnya. Penyebabnya, Dimas memilih bahan baku memakai kualitas tinggi. Buah durian yang dipilih durian asli tanpa biji dari Medan. Durian Medan dipilih karena rasanya manis dan pas. Tidak membuat eneg dan tidak ada rasa pahit. Dimas biasanya membeli melalui supplier durian online di penjual setianya.
Untuk cendolnya sendiri, ia menggunakan tepung hunkwe. Pewarnanya pakai pewarna alami yang halal bersertifikat MUI. Gula yang dijadikan sebagai campuran adalah gula Jawa atau terkadang gula aren. Santannya dibuat langsung dari perasan kelapa. Bukan santan instant.
Dari semua bahan itu, Dimas kemudian mengolah menjadi dawet Banjarnegara. Dawet Banjarnegara dipilih agar rasa duriannya tetap terjaga.
“Yang cocok dawet Banjarnegara. Kalau dawet olahan daerah lain takutnya rasanya ambyar gak karuan. Saya ingin duriannya menjadi daya tariknya” kata Dimas.
Reporter ngopibareng pun mencoba mencicipi. Saat mencicip, gurihnya santan dan manisnya gula Jawa beradu di lidah. Dawet yang berwarna hijau itu kenyal-kenyal di mulut. Lebih terasa nikmat, saat durian gigit. Manisnya tidak membuat eneg dan tidak ada pahitnya. Lengkap dengan es batu yang menyegarkan dan melegakan tenggorokan untuk melepas dahaga.
Pendapat ini pun dibenarkan oleh salah satu pembeli. “Duriannya terasa, nanti saya beli lagi dan rekomendasikan ke teman yang lain,” kata Eko salah satu pembeli.
Setiap harinya, Dimas bisa menghabiskan 40-45 cup. Terdapat dua varian es, es dawet durian dan es dawet original. Es dawet durian per cup harganya 15 ribu, sedangkan yang original 5 ribu saja. Walaupun musim hujan dan penjualan sempat turun 50 persen tetapi jika di rata-rata omzet per bulannya tidak berubah. Selalu ada saja pembeli.
Dimas juga bercerita jika ia bisa menghabiskan 100 kotak durian per bulan. Per kotaknya berisi 6 kg durian. Sedangkan, per harinya, ia menghabiskan 7 liter santan, 700 kg cendol dan 2.5 kg gula.
Berdakwah Sambil Berdagang
Dimas ternyata tak hanya berdagang. Namun dia menyisipkan dakwah dalam aktivitas dagangnya. Cara dakwah yang dilakukan Dimas, bukan berceramah kepada setiap pembelinya. Melainkan dalam setiap cup dawet Banjarnegara olahannya, ia sisipkan quote yang mengajak kepada kebaikan. Contohnya, Cinta sejati itu bukan sehidup semati namun sehidup sesurga. Konsep quote ini sudah ia pikirkan matang-matang sejak awal. Sebagai seorang muslim prinsip utama yang ia pegang adalah “Sampaikanlah walau satu ayat”
Ternyata ide membuat quote ini disambut baik oleh pelanggan. Mereka biasanya memposting es dawet durian ini pada akun Instagram pribadi mereka.
“Saya ingin yang beli bukan hanya makan saja. Tetapi, ada sesuatu yang mereka dapat. Beruntungnya ini sesuai dengan tren foto sekarang” ucapnya
Quote itu ia dapatkan dari memadu-madankan kata-kata secara otodidak maupun browsing di internet. Dimas berharap semua quote itu menjadi pengingat dalam menjalankan kehidupan. Terlebih, quote nya berkaitan erat dengan kehidupannya sehari-hari.
“Ini menjadi pemacu hidup saya. Agar saya ingat apa yang harus saya jalankan dalam hidup. Terlebih untuk keluarga kecil saya dan orang lain” katanya
Nilai agama tak hanya ia sisipkan dalam setiap cup. Namun juga ia aplikasikan dalam setiap proses produksinya. Dalam proses produksi Dimas mengaku juga mempertahankan keberkahannya. Mulai dari proses cucui tangan sebelum masak, alat dan bahannya dicuci bersih hingga tidak ada kebohongan dalam pembuatan bahan. Ia berusaha memberikan yang terbaik untuk pelanggan.
Dipromosikan Surabaya Foodies dan Koko Buncit
Awalnya Dimas memang mempunyai niat untuk melakukan endorse pada blogger kuliner. Belum kesampaian niat itu dilaksanakan, secara kebetulan malah jadi kenyataan. Apalagi ia tanpa membayar biaya sepeserpun. Saat itu Surabaya foodies, salah satu Instagram kuliner terkenal di Surabaya mampir di stand Dimas.
“Saat itu Surabaya foodies membuat review di Gotri seberang sana. Pas lihat gerobak saya, mereka datang dan mereview. Eh ternyata sama mereka langsung diposting di Instagram mereka” ucap Dimas
Setelah direview Surabaya foodies, ternyata direpost oleh IG food blogger terkenal Surabaya, Koko Buncit. Beberapa saat setelah itu jumlah pembeli Dimas jadi naik bertahap. Bahkan bisa sampai dua kali lipatnya.
“Saya alhamdulillah Allah datangkan ke saya mereka tanpa membayar se peserpun. Sejak itu pelanggan saya juga bertambah. Saya sempat jual hingga 100 cup” cerita Dimas dengan penuh syukur
Ke depannya ia berencana untuk melakukan inovasi dalam produknya. Khususnya dengan menambahkan olahan durian.
“Saya ingin mengembangkan produk dengan menghighlight durian. Baik es teler durian, smoothies dan ketan durian. Ini bisa jadi bisnis berpeluang besar” tutupnya.
Advertisement