Puluhan massa yang tergabung dalam Brantas River Coalition To Stop Imported Plastic Trash (Bracsip) mendatangi Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat (AS) di Citra Raya Niaga, Surabaya. Mereka membawa tumpukan sampah plastik impor yang diduga diselundupkan secara ilegal dari negeri Paman Sam. Puluhan massa ini menggelar aksi dan orasi. Mereka juga membawa replika ikan raksasa bersisik kemasan sampah impor dari Amerika. Sayangnya, aksi mereka cukup jauh dari Kantor Konjen AS yang berjarak 200 meter lantaran standar keamanan yang ketat. Koordinator Bracsip, Prigi Arisandi mengatakan, Amerika menjadi negara pengekspor sampah terbesar ke Indonesia. Data BPS, sedikitnya di Jawa Timur menerima 738,685 ton sampah waste paper dari Amerika. Lalu, Juli 2019, Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya, juga menahan 38 kontainer sampah dari Amerika Serikat. Dan sebelumnya, Juni 2019 sebanyak 5 kontainer sampah dikembalikan ke Seattle, AS. Modusnya, kata Prigi, sampah plastik berupa botol, bungkus makanan, pakaian bekas, popok bayi, sampah elektronik, kaleng yang tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) itu disusupkan melalui impor waste paper. "Temuan hasil investigasi Bracsip menunjukan bahwa impor sampah kertas yang tergolong green line (diizinkan) ternyata disusupi oleh kontaminan sampah rumah tangga, khususnya sampah plastik, dengan persentase mencapai 30 persen," kata Prigi, Jumat 12 Juli 2019. Tingginya kontaminan sampah plastik dalam impor sampah kertas lebih banyak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Salah satunya yakni pencemaran mikroplastik di Sungai Brantas. Temuan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), ada 12 pabrik kertas yang memanfaatkan bahan baku sampah impor yang berlokasi di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Kediri dan Nganjuk, membuang limbah cair bercampur mikroplastik ke Sungai Surabaya. Padahal air sungai itu menjadi bahan baku PDAM bagi 5 juta penduduk Jawa Timur. "Mikroplastik sangat berbahaya karena di air akan menyerap polutan seperti detergen, pestisida, logam berat dan senyawa kimia yang selanjutnya masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan yang terkontaminasi mikroplastik. Faktanya, 80 persen ikan di Brantas mengandung mikroplastik," katanya. Belum lagi gangguan kesehatan pengumpul dan pengepul sampah plastik. Sampah impor, kata dia, mendorong berkembangnya usaha pengepul sampah plastik di sekitar pabrik kertas, di mana masyarakat dapat membeli sampah plastik dari perusahaan untuk dipilah dan dijual kembali. Kontak fisik masyarakat dengan sampah itulah yang menimbulkan potensi mengandung bahan berbahaya akan mendorong tingginya gangguan kesehatan masyarakat. Sampah yang diimpor juga berpotensi mengandung limbah B3. Penelitiannya, jika didaur ulang sampah impor tersebut hanya bisa diolah 60 persennya, sementara 40 persen sisanya akan dibakar dan sebagian dimanfaatkan untuk bahan bakar industri kecil. Kemudian, jika sampah itu dibakar, plastik akan memicu terlepasnya senyawa dioksin dan furan, keduanya merupakan bahan karsinogen pendorong kanker paru-paru. Hal itu tentu buruk bagi udara di Jawa Timur. Melihat banyaknya dampak buruk lingkungan maka, Bracsip mendesak Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan penyelundupan sampah rumah tangga ke dalam kertas yang diekspor ke Indonesia khususnya Jawa Timur "Kami mendesak Amerika bertanggung Jawab atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah-sampah plastik, sampah domestik, dan kotoran yang mencemari bumi, udara, dan air di Jawa Timur. Serta meminta maaf kepada masyarakat Jawa Timur karena telah bertindak tidak etis dengan membuang sampah plastik di lingkungan Jawa Timur," katanya.