Tim DVI Berupaya Identifikasi 45 Penumpang Sriwijaya Air SJ182
Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, memasuki hari kedelapan operasi pencarian penumpang Sriwijaya Air oleh Basarnas, Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri telah menerima 236 kantung jenazah. 162 diantaranya berisi berisi potongan tubuh korban, dan 74 kantung berisi barang barang milik korban. Tim ini menjadi tumpuan harapan keluarga, dalam pencarian korban Sriwijaya Air SJ182.
"Setelah dilakukan rekonsiliasi antara antemortem dengan posmortem, 17 dari 62 penumpang berhasil diidentifikasi. Sehingga masih 45 lagi yang masih dalam proses identifikasi," kata Brigjen Pol Rusdi Hartono," Sabtu 16 Januari 2021.
Jendral Polisi berbintang satu itu menuturkan, kendala yang dihadapi oleh tim DVI adalah minimnya data primer seperti sidik jari dan susunan gigi korban. Karena itu tim DVI memerlukan kerja sama antara keluarga korban dengan petugas antemortem untuk memberikan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai ciri ciri korban waktu masih hidup.
"Meski tim DVI mengalami kendala data primer, nim tim akan bekerja maksil sampai berhasil mengindentifikasi 62 korban.
Apa itu DVI?
DVI atau Disaster Victim Identification adalah prosedur identifikasi korban yang mengacu pada ketentuan Interpol. Proses DVI ini digunakan untuk keperluan identifikasi korban bencana dan kecelakaan. Ada beberapa fase yang dilakukan dalam DVI.
Data-data untuk proses DVI ini tidak bisa didapatkan oleh petugas sendiri. Data ini harus diserahkan keluarga korban supaya jenazah yang ditemukan petugas, bisa identifikasi.
Postmortem examination, di mana para ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan untuk mencari data posmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan DNA.
Antemortem information retrieval, yakni fase pengumpulan data antemortem di mana ada tim kecil yang menerima laporan orang yang diduga menjadi korban.
Tim ini meminta masukan data sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya.
Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari keluarga korban.
Fase akhir reconciliation yakni ditemukannya kecocokan antara data antemortem dan post mortem dengan kriteria minimal 1 macam antemortem primer atau dua macam antemortem sekunder. Kalau semua data pendukung sudah cocok, korban diserahkan pada keluarga.
Advertisement