Darurat Corona, Dokter RS Unair Pun Terpaksa Harus Urunan
Hari ini hari Minggu. Harusnya banyak di antara paramedis di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya menikmati waktu libur mereka bersama keluarga. Namun, gara-gara virus corona, jatah hari libur pun mungkin digeser. Mereka harus menjaga Poli Khusus untuk melayani warga yang merasa tertular virus corona.
Di Poli Khusus virus corona, ada sekitar 20 orang tenaga paramedis, termasuk dokter dan perawat yang harus standby. Jumlah ini di luar tenaga paramedis yang berjaga di Instalasi Gawat Darurat (IRD). Jumlah 20 orang paramedis ini adalah jumlah dalam satu shift.
Pengorbanan para tenaga paramedis ini tak hanya soal waktu kerja saja yang over time. Namun juga termasuk uang dari kantong pribadi untuk urunan. Tenaga paramedis ini tak jarang harus mengeluarkan uang pribadi untuk urunan keperluan makan dan minum.
"Namun itu tak seberapa. Yang kami butuhkan segera adalah alat perlindungan diri (APD). Kami sangat kekurangan," kata Dokter Muhammad Ardian, Manajer Pelayanan Medis RSUA kepada Ngopibareng.id, Minggu 15 Maret 2020.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kata Ardian sampai saat ini belum memberikan bantuan APD. Sedangkan untuk Pemerintah Kota Surabaya lewat Dinas Kesehatan beberapa waktu lalu memang sudah mengirimkan bantuan. Namun, jumlahnya dirasa masih kurang. Karena APD pemakaiannya, tak bisa berulang-ulang. Sekali pakai, langsung buang.
"Mohon sampaikan ke gubernur agar segera nge-drop APD," kata Ardian memohon.
Tenaga paramedis di Poli Khusus corona memang "boros" APD. Apalagi sejak Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengumumkan warga Surabaya gratis periksa virus corona. Maka, berbondong-bondonglah warga Surabaya datang ke RSUA untuk cek vrius corona. Padahal, mungkin di antara mereka tak ada riwayat bersentuhan dengan suspect corona atau habis bepergian dari daerah merah corona.
Tenaga paramedis di Poli Khusus corona pun tak begitu saja mengabulkan permintaan pasien yang minta untuk dites virus corona. Mereka akan melakukan anemnesis atau wawancara riwayat kesehatan si pasien. Apakah dia pernah bersentuhan atau berpergian di wilayah yang terjangkit corona? Kemudian akan dilakukan pemeriksaan fisik.
Dari pemeriksaan awal itu, paramedis kemudian akan menentukan statusnya. Apakah masuk kategori kuning atau malah hijau. Kuning termasuk emergency untuk dilakukan tes laboratorium untuk mengetahui terjangkit corona atau tidak. Sedangkan hijau, sebaliknya.
Nah, yang dimaksudkan tes corona gratis itu adalah untuk statusnya kuning. Sedangkan untuk pasien yang statusnya hijau, jika pasien ngotot ingin memeriksakan laboratorium, maka akan dikenakan biaya Rp700 ribu. Masalah ini yang tak banyak diketahui oleh warga. Mereka tahunya hanya yang dikatakan Risma. Cek virus corona di Rumah Sakit Universitas Airlangga gratis.
"Kapan itu pernah ada yang ngamuk-ngamuk karena periksa dilanjutkan diminta bayar tak mau. Padahal bahan untuk pemeriksaan tidak murah. Akhirnya RSUA yang menanggung," kata salah satu tenaga paramedis yang enggan disebutkan namanya.
Saat melakukan anemnesis atau wawancara kepada pasien itu, waktu yang dibutuhkan tak mesti. Tergantung pasien masing-masing. Ada yang membutuhkan waktu lama, ada pula bisa berjalan singkat. Apalagi jika melihat kondisi pasien yang datang saat ini. Membeludak.
"Mohon masyarakat sabar karena semua sekarang merujuk ke RSUA. Sedangkan kapasitas kami masih terbatas baik sarana dan prasana maupun sumber daya manusia," kata Ardian.
Beruntung, untuk mengatasi membeludaknya pasien, Pemerintah Kota Surabaya menyanggupi akan memberikan tenaga bantuan paramedis, termasuk dokter di dalamnya. Senin besok, kata Ardian akan ada rapat koordinasi untuk masalah tenaga bantuan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya tersebut.
Sedangkan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, masih belum jelas.