Dari Usulan Crowd Funding hingga Curhat Dokter Gigi
YOGYA – Mantan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengusulkan crowd funding atau memobilisasi dana masyarakat untuk menutup defisit pembeayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Usulan tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara seminar nasional “JKN sebagai Khidmat Kesehatan Masyarakat” di Auditorium Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII), Kampus Terpadu, Jalan Kaliurang, Yogya, Rabu (13/3).
Sebelumnya, Ali Ghufron juga mengemukakan adanya defisit pembeayaan BPJS Kesehatan hingga mencapai Rp 16 triliun. Kendati tidak secara khusus merinci bagaimana mekanisme atau bentuk crowd funding-nya, Ali Ghufron mengatakan usulan itu beberapa kali. Setidaknya, poin crowd funding disampaikan pada saat paparan dan pada saat kesimpulan di akhir paparan. Ali Ghufron menyoroti perlunya peran semua pemangku kepentingan dalam pelaksanaan JKN yang kemudian melahirkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan ini.
“Konsepsi awal JKN ini adalah asuransi sosial melalui mekanisme redistribusi aset, yakni yang kaya menyumbang lebih banyak. Maka crowd funding diperlukan guna menutup defisit pembeayaan. Mungkin melalui pajak, zakat atau apa. Intinya mobilisasi dana masyarakat,” ujar Ali Ghufron.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris tampak serius menyimak paparan Ali Ghufron. Begitu juga pembicara lain, Ronald Pardede (staf ahli Menteri Kesehatan), Diah Ayu Puspandari (peneliti ekonomi kesehatan dari Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi UGM) maupun Zairin Harahap (dosen Fakultas Hukum UII).
Ali Ghufron juga menyoroti adanya sikap kurang tepat di tengah masyarakat dengan adanya BPJS Kesehatan. Ia bercerita, saat ini berkembang di masyarakat pandangan keliru terhadap BPJS. “Nggak papa Pak, sakit. Kan, sudah ada BPJS. Jawaban seperti ini sering kita temui,” urai Ali Ghufron.
Padahal yang seharusnya terjadi adalah upaya preventif agar orang tidak sakit. Ali Ghufron pun mempertanyakan apakah upaya untuk mencegah orang sakit ini sudah dijalankan dengan baik. Apakah promosi preventif kesehatan sudah jelas. Atau malah tidak jelas. Sehingga lebih senang pada upaya kuratif.
Upaya preventif atau mencegah orang agar tidak sakit ini, sebelumnya juga disinggung oleh Ketua Umum ICMI Orwil DIY Herry Zudianto saat menyampaikan sambutannya. Menurut Herry, JKN dengan BPJS ini sesuai dengan syariat Islam karena sistemnya tolong-menolong. Herry pun menyebut ayat Alquran maupun hadits yang berisi perintah mengenai tolong-menolong.
“BPJS ini sangat islami karena diselenggarakan oleh negara. Akadnya tolong menolong. Bahkan jika ada surplus dana disetorkan ke negara. Jika telat membayar iuran tidak didenda. Yang miskin tidak membayar. Jadi, kita semua harus semangat menyukseskan BPJS,” tegas pria yang akrab dengan sebutan HZ ini.
Mantan Walikota Yogya dua periode ini menambahkan memang masih banyak yang harus dibenahi. Tapi, semua harus membuat komitmen menyukseskannya. “Negara membuat komitmen menjaga kesehatan masyarakat, dan masyarakat membuat komitmen memenuhi kewajiban,” tandas Herry.
Seminar yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK-UII) bekerja sama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Orwil DIY ini diikuti oleh pelaku industri kesehatan. Mulai dari direktur rumah sakit, pengelola klinik kesehatan hingga para dokter. Terlihat pula para pengguna layanan BPJS Kesehatan dari Persatuan Warakawuri Republik Indonesia (PWRI).
Tak pelak, seminar menjadi ajang curhat maupun berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat. Mulai dari layanan yang tidak sebaik saat era Askes hingga dokter gigi yang hanya dibayar Rp 2.000 untuk satu pasien. Muncul pula cerita soal menyiasati iuran BPJS oleh masyarakat.
Seorang dokter gigi yang membuka praktik di klinik menceritakan, rendahnya pembayaran dari BPJS untuk mereka, membuat 80% rekannya tidak mau bekerja sama dengan BPJS. Ia bercerita, dengan kapitasi 4 ribuan dan biaya Rp 2.000 maka sebulan mendapat Rp 8 juta. “Itu pun masih dipotong pajak penghasilan 13% oleh BPJS, diambil owner klinik 20%, diambil bahan habis pakai. Sehingga satu hari paling dapatnya dua ratus ribu rupiah. Bayangkan enam jam kerja, dengan pasien minimal 10 orang, seperti apa kerja seorang dokter gigi. Pegel semua,” tandasnya.
Dokter gigi itu pun menegaskan, jika tak ada semangat menolong, seorang dokter, termasuk dokter gigi, sepertinya sulit untuk mau bekerja sama dengan BPJS. Tapi, dengan misi benar-benar hanya untuk menolong orang lain, sebagaimana semangat gotong royong yang diusung BPJS, maka dokter akan menerima kerjasama dengan BPJS.
Dirut BPJS Fachmi Idris menegaskan pihaknya memiliki prinsip jika ada satu keluhan terhadap layanan BPJS, maka harus diselesaikan secepatnya. “Setiap hari pemanfaatan BPJS diakses oleh 460 ribu orang. Sehari tidak ada yang mengeluh bukan berarti programnya bagus. Tapi, jika ada satu saja yang mengeluh, masuk media atau media sosial, itu harus kita tuntaskan secepatnya. Kalau terlalu lama, akan berkembang berita-berita yang tidak bagus,” kata Fachmi.
Fachmi memaparkan sampai Februari 2019, peserta BPJS Kesehatan sebanyak 218.131.552 jiwa. Atau sekitar 83% penduduk Indonesia. Fachmi mengakui, pertumbuhan peserta BPJS sangat cepat. Namun, pertumbuhan permasalahannya juga cepat. (erwan w)
Advertisement