Dari Minyak Goreng Sampai Jaminan Hari Tua
Oleh: Sirikit Syah
Sekawanan emak-emak sebaya alias separo baya sedang arisan di sebuah kompleks perumahan kelas menengah agak ke bawah. Sambil menunggu arisan dikopyok, emak-emak menyantap hidangan yang disajikan. Kali ini semua serba kukus dan rebus: pisang kukus, siomai kukus alias dimsum, edamame rebus, mie rebus.
“Gak punya persediaan minyak goreng ya Nyah?” sindir Bu Risa yang paling banyak omong, sambil mengunyah edamame.
“Ada, tapi saya hemat supaya cukup untuk seminggu ke depan. Belum tentu juga minggu sesudah itu nemu minyak goreng lagi,” jawab Bu Ninik, nyonya rumah.
“Ada hikmahnya ya … kita jadi makan serba kukus dan rebus. Wis wayahe. Orang Indonesia ini kok senengnya gorengan,” sahut Bu Erna.
“Hikmah ya hikmah, tapi kenapa terus ada yang nimbun 1 juta liter minyak goreng? Itu kalau di zaman Pak Harto masuk katagori subversif lho,” ujar Bu Sari, satu-satunya sarjana S2 dan dosen di kumpulan emak-emak ini.
“Lebih aneh lagi, ada partai yang kemudian bagi-bagi minyak gratis ke rakyat. Mencekik leher rakyat lainnya, cari muka di rakyat satunya. Pencitraan,” gerutu Bu Risa, yang mengawali diskusi politik di ranah domestik.
“Ibu-ibu, monggo didhahar selak adem mi rebusnya. Nanti pisang sama dimsum boleh dibekal bawa pulang,” kata Bu Ninik berusaha meredam pergolakan. Emak-emak kalau sudah debat, gak kalah sama buzzer versus oposan.
Sambil menyeruput mi rebus yang endoz karena dihiasi sayuran hijau, irisan telur rebus, dan banyak bawang goreng, Bu Sari masih mencoba menyisipkan satu isu hangat lagi. Jaminan Hari Tua. “Pemerintah ini jahat ya. Buruh alias karyawan kok gak boleh ambil uang tabungannya sendiri. Kalau di-PHK sekarang usianya baru 40 tahun, mosok nunggu 16 tahun untuk ambil duwik-duwike dewe?” Pertanyaannya pedas karena suapan mi rebus disempurnakannya dengan nglethus lombok.
“Tapi katanya pemerintah akan menggelontorkan dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan bulan Februari tahun ini untuk yang ter-PHK. Jadi, gak usah diambil dulu tabungan hari tuanya …” kata Bu Ninik.
“Jaminan mbelgedhes. Tahun 2015 Pak Presiden pernah bilang pengangguran akan dibayar Rp 7 juta sebulan. Gak jelas realisasine. Masih ada yang percaya JKP ini akan ada beneran? Janji 10 juta lapangan kerja saja, pruutt …,” Bu Risa bicara sambil mecucu. Rupanya dia kesal. Suaminya sudah dua tahun ini jobless dan tak ada jaring pengaman pemerintah. Dia jualan kue yang dibikinnya sendiri dan ditawar-tawarkan ke tetangga dan kenalan untuk menyambung hidup. Untung kue buatannya memang enak, sehingga yang ditawari selalu dengan senang hati membelinya.
Bu Erna meletakkan piringnya yang bersih, habis tandas, lalu meneguk air dalam kemasan di hadapannya, kemudian ikut nimbrung: “Lha iyo, minyak goreng menghilang, tahu tempe bentar lagi menghilang juga. Bakulnya mogok karena harga dele impor mahal. Trus kita makan apa ya?”
“Ramban ae bu, aku punya pohon kelor, nyayur bening, nambah waluh. Gak ada tahu tempe yo iwak peyek atau oseng pedo,” kata Bu Ninik.
“Nah, ini ada yang lebih aneh lagi, presiden dibikinkan patungnya sedang ngebut pake motor, akan dipasang di Mandalika. Pertanyaannya: apa boleh ya orang masih hidup dipatungkan?”
“Lho, yang sudah mati pun gak boleh dipatungkan, menurut Islam.”
“Itu artinya, apakah beliau akan mati?”
“Hush … gak boleh mendoakan orang lekas mati.”
“Aduh ibu-ibu kok mbahas boleh gak bikin patung atau punya patung, nonton wayang atau tidak. Pertanyaan pentingnya tuh: yang dipakai mbangun patung itu uangnya siapa? Senimannya kelas atas, mahal lho. Kalau uang APBN, itu kan uang kita? Kenapa gak dipakai memasok minyak goreng saja? Patung itu apa penting? Penting gawe sopo?”
“Sudah-sudah, ayo ibu-ibu, ini kusediakan dos yang mau bawa dimsum, pisang rebus, edamame di meja yang masih ada juga boleh dibawa, masih ada lagi di meja makan. Monggo. Oh ya, Bu Erna, kopyokannya sudah keluar tah?”
“Lha ini, sambil dengerin sampeyan semua berdebat aku kocok-kocok, keluar satu gulungan. Kubuka ya ….. Ibu Sari yang dapat.”
“Alhamdulillah ….. Terimakasih. Berarti bulan depan di rumahku ya? Semoga minyak goreng sudah ada, kubikinkan sambosa goreng, pangsit goreng, dan bihun goreng. Insya Allah ya ibu-ibu …”
Dan arisan pun bubar.
*Sirikit Syah, anggota arisan emak-emak