Dari Haul Gus Dur di Solo, Cinta Itu Menggerakkan
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tetap dicintai masyarakat. Presiden ke-4 RI ini, setiap tahun hari-hari meninggalnya selalu diperingati. Peringatan seperti itu di kalangan masyarakat pesantren, sudah hal biasa. Namun, kali ini pada Sabtu 23 Februari 2019, mulai pagi hingga malam, di kota Solo menjadi catatan penting.
Betapa kota yang selama ini, dikesankan kurang akrab dengan kesantrian justru Haul Gus Dur menjadi gegap-gempita tersendiri dalam memaknai kehidupan masyarakat Indonesia yang penuh beraneka ragam ini.
Al-Zastrouw Ngatawi, mantan Asisten Pribadi KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memberikan renungan dalam "Muhasabah Kebangsaan", terkait dengan Haul ke-9 Gus Dur di Solo tersebut:
"Puluhan ribu orang dari pelosok desa dan kota se Solo Raya hadir memadati stadion Sriwedari Solo. Stadion bersejarah yang menjadi tempat pelaksanaan PON pertama itu tidak mampu menampung jamaah hingga neluber ke jalan-jalan di seputar stadion. Jalan-jalan protokol solo macet karena menjadi tempat parkir kendaraan para jamaah."
Puluhan ribu orang dari pelosok desa dan kota se Solo Raya hadir memadati stadion Sriwedari Solo. Stadion bersejarah yang menjadi tempat pelaksanaan PON pertama itu tidak mampu menampung jamaah hingga neluber ke jalan-jalan di seputar stadion. Jalan-jalan protokol solo macet karena menjadi tempat parkir kendaraan para jamaah. Beberapa tokoh dan pejabat hadir diantaranya KH. Mustofa Bisri (gus Mus), Prof Mahfud MD, Prof. Oman Abdurrahman (Staf Ahli Menag), mbak Yeni Wahid (putri Gus Dur), Gus Yasin (Wagub Jateng), Pangdam IV Diponegoro, Kapolda Jateng, Wali Kota Solo dan Wakilnya.
Mereka hadir dengan bekal dan biaya sendiri sebagai wujud kecintaan pada Gus Dur dan para ulama. Mereka hadir untuk memperingati haul gus Dur ke 9. Acara yang digagas dan dikordinir oleh mas Husen Syifa' ini berlangsung meriah tapi tetap khusyu'.
Sebelum acara puncak, pengajian akbar, pagi hari dilaksanakan dialog kebangsaan dengan tema "mBabar Pitutur Kamangnusan Gus Dur" dengan nara sumber Dr. Muh AS Hikam, Gus Dian Nafi' dan Wahyu Muryadi. Siang hari dilaksanakan Kirab Kebangsaan yang diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat lintas iman lintas agama dengan start dari Stadion manahan dan finish di stadion Sriwedari. Kirab dengan tema "berjuta warna satu Indonesia" ini juga dikuti oleh Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, mbak Yeni Wahid dan beberapa tokoh lain yang melibatkan puluhan ribu massa.
Perhelatan haul Gus Dur ke 9 di solo ini benar-benar menampilkan wajah Indonesia yang beragam dan menjadi bentuk aktualisasi semangat persaudaraan antar manusia sebagai cerminan dari ajaran agama yang rahmatan lil"alamin. Tak ada caci maki, provokasi, hujatan dan kebencian. Semua yang hadir merasakan kesejukan, kedamaian dan ketentraman.
Ini semua terjadi karena jamaah dan para tokoh yang hadir benar-benar hanya ingin mendapat berkah dan siraman ruhani, bukan untuk berebut kekuasaan atau menunjukkan kekuatan dan kebesaran diri dan kompoknya. Mereka hanya ingin menghormat, meneladani dan menggali jejak perjuangan Gus Dur melalui mauidlah dan testimoni yang disampaikan oleh para ulama dan sahabat Gus Dur.
Menarik apa yang disampaikan Gus Mus saat memberikan tausiyah, bahwa Gus Dur sebenarnya adalah sorang habib sejati. Ciri-ciri habib adalah penebar cinta dan kasih sayang. Dia mencintai dan dicintai. Kalau ada seseorang yang hanya mau dicintai tapi tidak mau mencintai maka dia belum layak disebut sebagai seorang habib. Buah cinta yang diterbarkan Gua Dur pada siapa saja adalah kekuatan yang menggerakkan hati setiap pecinta untuk hidup damai dan bersaudara seperti yang terlihat pada malam itu.
Pernyataan gus Mus ini memperkuat apa yang disampaikan mbak Yeni saat memberikan sambutan atas nama keluarga. Mbak Yeni menyatakan, gus Dur sering mengutip pernyataan imam Ghozali bahwa Hidup ini adalah cinta dan ibadah. Melalui haul ini, mbak Yeni mengajak para jamaah menebarkan cinta kepada sesama manusia, bangsa dan dunia sebagi bentuk pengabdian kepada Allah.
Selain sebagai habib, menurut gus Mus, gus Dur adalah seorang wali. Mengutip QS Yunus ayat 62 gus Mus menjelaskan bahwa ciri seorang wali adalah mampu melampaui dan menaklukkan rasa takut dan tidak ada rasa sedih dalam hidupnya. Menurut Gus Mus, gus Dur adalah sosok yang mampu malampaui rasa takut dan tak pernah sedih. Ini dibuktikan dengan sikap gus Dur yang tidak takut menghadapi apapun unt membela sipapun yang didhalimi, tak gentar menghadapi fitnah dan caci maki, bahkan tidak sedih melepas kekuasaan. Semua dihadapi dan diterima dengan tenang dan ikhlas.
Sikap aeperti ini bisa terjadi karena Gus Dur menganggap semua persoalan hidup ini kecil. Tak ada yang lebih besar daripada Allah. Jabatan, kekuasaan, pilpres semua urusan kecil. Oleh karenanya tak perlu mempertaruhkan segalanya demi kekuasaan dan politik apalagi sampe membawa bawa Tuhan dalam pilpres karena ini hanya urusan kecil. Demikian sindir Gus Mus pada orang2 yang selalu membawa nama Tuhan dalam politik. Sebagai dzat yang maha besar tak layak untuk diteriakkan di jalanan apalagi menjadi komando untuk menebar permusuhan.
Jika cinta mampu memggerakkan mamusia untuk hidup damai dan bersaudara lalu mengapa kita mesti menebar kebencian dan caci maki yang membuat manusia saling menista. Sebagaimana cinta, kebencian juga memiliki kekuatan untuk menggerakkan. Namun gerakan yang didorong oleh kebencian akan berdampak destruktif dan meresahkan. Meski atas nama Tuhan dan agama kebencian tetap saja menimbulkan keresahan, permusuhan dan perpecahan.
Di tengah kobaran kebencian yang bertebaran di mana-mana, cinta menjadi sesuatu yang berarti. Disinilah perjuangan gus Dur menebar cinta pada sesama menemukan relevansinya. Dan inilah yang menggerakkan ummat untuk datang pada acara haul Gus Dur malam itu. Gus Dur telah menggali telaga cinta yang.mengalirkan kedamaian dan persaudaraan. Dan kini masyarakat merasakan indahnya suasana yang bersumber dari mata air cinta.
Para jamaah yang hadir di acara haul gus Dur seperti musafir yang sedang menimba air dari telaga cinta yang digali Gus Dur untuk membasuh kebencian yang terus dikobarkan oleh mereka yang sedang berburu kenikmatan dunia dan haus kekuasaan. Semoga kita mampu menjaga dan merawat telaga cinta yang telah digali Gus Dur agar tetap bisa mengalirkan kesejukan dan kedamaian pada sesama. Cinta adalah kekuatan dan benteng untuk menahan virus kebencian dan keserakahan. Lahu al faatehah (*)