Dari Eropa hingga Timur Jauh, Tegang Menunggu Hasil Pilpres AS
Para pemimpin dunia pada umumnya menahan diri untuk tidak berkomentar pada hari Rabu 4 November 2020ini tentang hasil pemilihan presiden di Amerika. Mereka lebih memilih untuk menunggu hasil pasti. Mulai para pemimpin dunia di Eropa hingga negara-negara Timur Jauh.
Tetapi hasil pemungutan suara sejauh ini yang menunjukkan adanya polarisasi di Amerika dan diperebutkan secara ketat, hal itu telah memicu kekhawatiran di luar negeri bahwa perpecahan tajam dan konflik internal di negara adidaya ini mungkin akan berlangsung lama setelah pemenang diumumkan.
Ada juga cemoohan dari Rusia, Afrika dan negara-negara lain. Mereka menilai, pemilu di Amerika ini menunjukkan bahwa demokrasi Amerika tidak sempurna. Namun, banyak juga kalangan yang memperkirakan semua akan berakhir dan memperingatkan bahwa hasilnya mungkin akan tidak segera diketahui.
Dari mobil Ford Model T yang keluar dari jalur perakitan hanya dalam 90 menit hingga layanan 60 detik untuk pesanan burger, Amerika Serikat memiliki andil besar dalam menjadikan dunia sebagai tempat yang menginginkan segalanya serba cepat, prima dan haus akan kepuasan instan.
Demikian pula dengan reaksi berbagai pihak di luar negeri tentang belum diumumkannya hasil pemilihan presiden Amerika yang umumnya mengisyaratkan ketidaksabaran.
Begitu terbangun pada hari Rabu dan mengetahui berita bahwa pemenang pemilihan Amerika mungkin tidak akan diketahui berjam-jam, berhari-hari atau bahkan lebih lama, para pakar memberikan berbagai komentar dan ramalan terbaik mereka.
Dengan belum ditentukannya pemenang langsung antara Presiden Donald Trump dan penantangnya Joe Biden, tebak-menebak untuk mencoba mencari tahu siapa yang akhirnya memenangkan kursi di Gedung Putih, berubah cepat dan menjadi fenomena global.
Para pemimpin pemerintahan bergegas untuk menerima kenyataan akan tertundanya hasil pemilihan dan warga biasa bertukar pandangan, harapan dan ketakutan melalui berbagai media sosial.
“Saya mendengar mungkin perlu beberapa lama sebelum semuanya beres,” kata Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso.
“Saya tidak tahu bagaimana hal itu dapat memengaruhi kita,” tambahnya, seperti dilansir Voice of America.
Rabu pagi, orang-orang di pusat kota London juga bereaksi terhadap hasil pemilu Amerika. Karena hasil pemilu masih belum jelas, sebagian pihak menyatakan keprihatinannya tentang kemungkinan terpilihnya kembali Trump.
“Secara pribadi sangat sedih. Saya ingin Biden menang. Tapi mari kita lihat apa yang terjadi pada akhirnya. Saya pikir ini akan terus berlanjut sepanjang minggu ini,” kata seorang warga London.
Di Paris, seorang warga Spanyol, Javier Saenz, tertegun ketika bangun pagi dan mengetahui pemenang pemilihan presiden Amerika belum diumumkan. “Saya pikir akan ada hasil yang jelas, dan saya telah membaca artikel yang berbeda, tidak ada yang tahu siapa yang akan menang. Saya sangat terkejut dengan itu.”
Pemerintah Prancis pada hari Rabu mengatakan telah membahas pemilihan Amerika dan akan bekerja sama dengan presiden mana pun yang terpilih.
Juru bicara pemerintah Prancis Gabriel Attal mengatakan pemilihan itu dibahas dalam rapat kabinet harian. “Kami telah mencatat bahwa penghitungan suara masih berlangsung. Prancis, tentu saja, akan bekerja sama dengan presiden terpilih.”
Sementara itu, juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan pada hari Rabu bahwa pemerintah negara itu memiliki “kepercayaan pada tradisi demokrasi dan lembaga hukum” Amerika.
Steffen Seibert menyampaikan pernyataan itu ketika ditanya oleh para wartawan dalam jumpa pers tentang hasil pemungutan suara yang tertunda antara Presiden Donald Trump dan penantangnya dari Partai Demokrat Joe Biden.
Pejabat pemerintah Jerman lainnya, Peter Beyer, yang menjabat sebagai Koordinator Kerjasama Trans-Atlantik mengatakan bahwa Jerman perlu bersabar dengan hasil pilpres Amerika yang tertunda.
Dia juga menyarankan agar Eropa memiliki tanggapan yang sama jika hasil pemilu berakhir dengan perselisihan berlarut-larut.
Di Moskow, warga Rusia juga bereaksi terhadap pemilihan Presiden Amerika yang belum diputuskan hasilnya.
Ivan Timofeev, seorang guru besar di Departemen Teori Politik di Moscow State Institute of International Relations, mengatakan bahwa “pergolakan adalah normal dalam demokrasi,” seperti halnya “pemilihan yang terpolarisasi.”
Dia menambahkan bahwa menurutnya Kremlin “siap untuk bekerja sama dengan presiden mana pun.”
“Saya kira bahwa Rusia tidak dapat memanfaatkan ketidakpastian dari penundaan hasil ini, dan saya tidak melihat manfaat apa pun bagi Rusia dari ketidakpastian ini. Saya harus mengatakan bahwa keadaan semacam ini adalah hal yang normal untuk demokrasi.
"Amerika Serikat adalah negara demokrasi tua dan memiliki institusi yang stabil. Perselisihan itu normal saja bagi demokrasi, dan juga normal bagi demokrasi untuk mengalami pemilihan yang terpolarisasi,” ujarnya.