Dari Depolitisasi hingga Korupsi
Pengantar Redaksi
Menjelang pesta demokrasi, Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 menjadi perhatian serius kalangan akademis dan intelektual. Selain Pilpres, dalam pesta demokrasi itu akan berlangsung Pilkada (mulai dari Pibup/Pilwali, hingga Pilgub dan Pilpres). Demikian pula secara berbarengan pemilihan legislatif (DPRD Kab/Kota, DPRD Provinsi hingga DPR RI).
Sebuah diskusi di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk Pemilu 2024: Antara Penegakan Hukum dan Keberpihakan Ekonomi, memberikan pandangan yang cukup kritis guna menjadi renungan kita bersama.
Berikut di antara pernyataan para pakar sebagai nara sumber dalam forum tersebut:
Arie Sudjito
(Sosiolog Universitas Gadjah Mada atau UGM)
Penyelenggaraan Pemilu 2024 seharusnya bisa lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Sebab, idealnya setiap penyelenggaraan pemilu memiliki terobosan baru, bukan sebaliknya seperti munculnya politik uang, depolitisasi, oligarki politik dan politik identitas.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, depolitisasi semakin menguat di kalangan antar-partai. Depolitisasi melahirkan pemilu jadi agenda rutinitas. Mari kita kembalikan pertarungan antar partai itu bukan lagi konspirasi membentuk blok politik tapi bertarung ide dan gagasan.
Kita perlu mengkritisi KPU sebagai penyelenggara pemilu terjebak pada hal teknis dan prosedural, namun tidak menguatkan kualitas pemilu dengan melakukan edukasi ke calon pemilih muda, larangan politik uang hingga mencegah terjadinya kampanye politik identitas.
Jika pemilu terus begini, yang terjadi hanya pergantian formasi, pergantian orang dan rutinitas. Pemilu kita terjebak pada rutinitas, terjebak pada teknokrasi.
Selain itu, kita juga mengkritik bahwa partai selama ini tidak menguatkan perannya dalam melahirkan calon pemimpin berkualitas. Partai politik, malah berebut mencari aktor politik dari kalangan pengusaha atau mantan tentara yang berasal dari luar partainya.
Seharusnya di era reformasi, peran partai itu menguat dalam melahirkan calon pemimpin bangsa. Elite politik kita harus keluar dari zona nyaman dari rutinitas pemilu ini.
Yance Arizona
(Ketua Pusat Kajian Demokrasi Konstitusi dan HAM Fakultas Hukum UGM)
Pemilu 2024 sepertinya tidak akan menjawab harapan masyarakat untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi.
Tidak hanya di tingkat partai, kita bisa menilai lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK sekarang ini dilumpuhkan perannya sebagai lembaga antirasuah di Indonesia. Sekarang KPK sebagai punggawa pemberantasan korupsi tidak seperti dulu lagi, sudah kehilangan kemampuan untuk melakukan kontrol.
Dumairy
(Ekonom senior FEB UGM)
Keberpihakan politikus dan partai pada kelompok yang lemah seperti petani dan nelayan sangat sulit diwujudkan sepanjang transaksi politik uang antaracalon pemimpin dengan pemilih masih berlangsung.
Kita tidak bisa berharap banyak apapun yang dikampanyekan caleg dan calon pemimpin. Kita masih terperosok dalam lubang yang sama dalam setiap pemilu.
Sumber:
Diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk Pemilu 2024: Antara Penegakan Hukum dan Keberpihakan Ekonomi pada Jumat, 26 Mei 2023 di selasar timur Gedung Pusat UGM, Yogyakarta.