Dapat Rekom era Tersangka Korupsi Novanto, Rekom Khofifah Terancam Dicabut
Novri Susan, pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menilai keputusan DPP Partai Golkar untuk mencabut dukungan pada Ridwan Kamil di Pilkada Jawa Barat kemungkinan juga akan diikuti untuk pencabutan dukungan pada Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Apalagi Rekom untuk Khofifah dan Ridwan Kamil sama-sama Rekom yang dikeluarkan tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto
"Kemungkinan berimbas ke pilkada Jatim tentu ada. Partai Golkar yang semula mendukung pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak, ke depan bisa saja menarik dukungannya tersebut,” katanya ketika dihubungi, Senin 18 Desember 2017.
Meski telah berstatus tersangka dan ditahan dalam perkara korupsi e-KTP, Golkar di era Setya Novanto sempat mengeluarkan rekomendasi untuk calon gubernur dan wakil gubernur Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Sebelumnya, Golkar di era tersangka korupsi Setya Novanto juga mengeluarkan rekomendasi bagi Ridwan Kamil.
Saat ini setelah Novanto lengser dan diganti, Ketua Umum Golkar yang baru Airlangga Hartarto langsung bergerak cepat dengan mencabut rekomendasi kepada Ridwan Kamil.
Ketua harian Partai Golkar Nurdin Halid, kepada wartawan juga mengatakan rekomendasi untuk Khofifah-Emil kemungkinan juga dievaluasi.
Dalam hal ini, Novri mengatakan melihat kasus yang terjadi di Pilkada Jabar, maka segala kemungkinan bisa saja Golkar mencabut dukungannya kepada Khofifah-Emil. Golkar akan mencari figur lain atau mendukung Cagub Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Perubahan strategis politik itu cukup wajar di era pergantian pucuk pimpinan partai politik (parpol).
“Merupakan hal biasa dalam partai politik (parpol) terjadi perubahan strategis politik setelah dilakukan pergantian ketua umum. Airlangga yang diberi mandat menggantikan Setya Novanto akan mengambil langkah strategis serupa untuk mengangkat posisi Golkar yang terjatuh atau terpuruk ini,” ujarnya.
Menurutnya, jika kemudian Khofifah dianggap rendah elektabilitasnya, DPP Partai Golkar pasti ada pertimbangan untuk menarik dukungannya.
“Golkar pasti butuh penyelamat dalam posisi terjatuh ini. Nah, apakah nanti Khofifah bisa mengangkat kembali popularitas Golkar, masih dipertanyakan karena melihat rendahnya elektabilitas berdasar hasil survei yang dilakukan berbagai lembaga survei,” ujarnya.
Yang patut dipertanyakan, lanjutnya, apakah Khofifah bisa memberikan jaminan bahwa dia mampu mengangkat posisi Golkar yang sudah terjatuh, jika partai berlambang pohon beringin itu mendukung penuh di pilkada Jatim.
“Termasuk, apakah Khofifah bisa memberikan kepastian jika pasangannya Emil Dardak mau membantu Golkar di pilpres nanti. Tentu ada timbal baliknya, karena pilgub Jatim ini ada kaitannya dengan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019,” tuturnya.
Keraguan Golkar untuk mendukung Khofifah, tambahnya, juga disebabkan keraguan Khofifah maju di pilkada Jatim. Khofifah tidak memiliki sikap yang tegas, seperti Gus Ipul.
“Kalau Gus Ipul dari dulu kan sudah mantab maju sebagai gubernur. Keraguan Khofifah inilah yang membuat dukungan politik jadi berkurang,” ujarnya.
Bagaimana jika Golkar gagal mencari cagub alternatif? Novri memprediksi kemungkinan arah dukungan Golkar diberikan kepada Gus Ipul yang sejak awal menyatakan kesiapannya maju di pilkada Jatim.
“Sama seperti di Jabar, pemicu politiknya dianggap kurang mantan dengan figur calonnya,” ujar Dosen Fisip Unair ini.(wah)
Advertisement