Dampak Aborsi Bagi Kesehatan dan Hukumnya, Skandal Kim Seon Ho
Skandal aborsi yang menjerat bintang drakor Hometown Cha Cha Cha, Kim Seon Ho bermula dari pengakuan seorang perempuan anonim berinsial A, pada Minggu 17 Oktober 2021. Kala itu, A hanya menyebut "Aktor K" yang kemudian mengarah pada Kim Seon Ho.
Kim Seon Ho kemudian meminta maaf atas skandal Aktor K ini, pada Rabu 20 Oktober 2021, setelah beragam merek iklan menghapus foto dirinya dan tekanan publik kepada agensi untuk memberikan klarifikasi.
Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan untuk mengakhiri kehamilan. Di beberapa negara, termasuk Indonesia dan Korea Selatan, aborsi merupakan tindakan ilegal. Sebelumnya, undang-undang di Korea Selatan menerapkan pidana hingga satu tahun, atau denda hingga dua juta won (setara Rp24 juta) bagi perempuan yang sengaja melakukan aborsi. Sanksi lebih berat menyasar tenaga kesehatan yang membantu tindakan aborsi.
“Ancaman penjara 2-3 tahun jika dilakukan tanpa izin,” tulis laman Korea Herald.
Aborsi hanya diperbolehkan secara hukum jika terjadi pemerkosaan, atau kandungan berisiko besar membahayakan kesehatan ibu hamil. Persis seperti hukum Indonesia.
Pengertian Aborsi
Aborsi (abortion) berasal dari kata bahasa Latin, abortio yaitu pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada saat umur janin kurang dari 24 minggu sehingga ia belum bisa hidup di luar kandungan. Melansir laman Medline Plus, aborsi adalah suatu prosedur untuk mengakhiri kehamilan.
Aborsi aman bisa dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan obat-obatan atau tindakan medis untuk mengeluarkan embrio atau janin dan plasenta dari rahim. Namun, prosedur ini harus dilakukan oleh tenaga medis profesional atau setidaknya dokter spesialis kandungan atau obgyn. Keputusan untuk mengakhiri kehamilan juga sangat pribadi dan seharusnya melakukan konseling terlebih dahulu untuk menghindari trauma pasca aborsi atau post abortion syndrome.
Fenomena Aborsi
Sejak zaman dulu, aborsi telah dilakukan dengan menggunakan bantuan obat-obatan herbal dan pemijatan di bagian kandungan. Ada banyak alasan seorang wanita memutuskan untuk melakukan aborsi. Tentunya, memilih aborsi adalah pilihan yang sangat pribadi dan dalam banyak kasus, merupakan keputusan yang sangat sulit.
Dilansir dari World Health Organization (WHO), tiga dari sepuluh kehamilan berakhir dengan aborsi yang diinduksi. Hampir setengah dari semua aborsi tidak aman dan hampir semua aborsi tidak aman ini terjadi di negara berkembang.
Prosedur aborsi yang tidak aman mungkin termasuk memasukkan benda atau zat ke dalam rahim, dilatasi atau kuretase yang dilakukan secara tidak benar, mengonsumsi zat berbahaya, dan lain-lain. Aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan risiko kesehatan, kematian, dan komplikasi jangka panjang yang memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan fisik serta mental wanita sepanjang hidupnya.
Metode Aborsi
1. Aborsi pakai obat
Aborsi dengan metode tersebut dilakukan dengan pemberian obat minum atau suntik yang dapat menghalangi hormon progesteron, sehingga lapisan rahim menipis. Hal ini menyebabkan janin tidak dapat melekat dan tumbuh di dinding rahim. Efek obat yang digunakan untuk aborsi juga akan menyebabkan rahim berkontraksi, sehingga embrio atau jaringan janin akan dikeluarkan melalui vagina.
2. Aborsi dengan tindakan medis
Tindakan medis untuk melakukan aborsi yang paling umum digunakan adalah aspirasi vakum. Tindakan ini biasanya dilakukan bila kehamilan baru memasuki trimester pertama. Ada dua alat yang umumnya digunakan untuk mengeluarkan embrio dari rahim melalui tindakan ini, yaitu manual vacuum aspiration (MVA) dan electric vacuum aspirastion (EVA).
MVA dilakukan menggunakan tabung pengisap secara manual, sedangkan EVA menggunakan pompa listrik. Untuk aborsi di usia kehamilan lebih dari 4 bulan, tindakan medis yang digunakan adalah dilation and evacuation (D&E). Metode ini menggunakan peralatan operasi untuk membuka leher rahim dan menyedot janin agar bisa dikeluarkan dari rahim.
Istilah Aborsi sesuai Medis
1. Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
2. Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
a. Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
b. Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
c. Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Faktor Prosedur Aborsi
1. Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda sering kali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang akhirnya menimbulkan kemandulan.
Aborsi yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum matured dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa, atau dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterine.
2. Jarak kehamilan
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
3. Keadaan kelahiran (Paritas) pada Ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
4. Riwayat kehamilan
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73 persen dan 83,6 persen. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9 persen dan 39 persen.
Risiko Tindakan Aborsi Non Medis (Ilegal)
Aborsi memiliki risiko apalagi dilakukan di tempat dengan fasilitas terbatas, bukan oleh tenaga medis, tidak ada kondisi medis yang mendasari, serta dilakukan dengan metode yang tidak aman. Risiko aborsi tersebut meliputi:
1. Perdarahan berat
2. Cedera pada rahim atau infeksi akibat aborsi yang tidak tuntas
3. Kemandulan
4. Kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya
5. Kondisi serviks yang tidak optimal akibat aborsi berkali-kali.
6. Semua metode aborsi memiliki risiko atau komplikasi. Usia kehamilan turut berperan dalam menentukan tingkat risiko. Semakin tua usia kehamilan, semakin tinggi pula risiko dari tindakan aborsi yang dilakukan.
Kategori Aborsi Berbahaya
Aborsi tidak aman menurut organisasi kesehatan dunia (WHO).
1. Dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian medis dalam bidang aborsi secara memadai.
2. Dilakukan di tempat dengan fasilitas yang tidak cukup memenuhi persyaratan kebersihan.
3. Dilakukan menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
4. Aborsi berbahaya juga dilakukan dengan konsumsi obat-obatan atau menggunakan alat bantu tertentu tanpa pengawasan medis dan dokter.
Tindakan Aborsi untuk Kepentingan Medis
Di Indonesia sendiri, pengaturan tentang aborsi dimuat dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam undang-undang tersebut, semua orang pada umumnya dilarang melakukan tindakan aborsi.
Namun, berdasarkan pasal 75 UU Kesehatan, aborsi boleh dilakukan dengan alasan medis berikut ini:
1. Adanya indikasi darurat secara medis pada kehamilan usia dini yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin
2. Janin menderita kelainan genetik berat atau cacat bawaan yang tidak dapat disembuhkan, sehingga sulit bagi janin untuk bertahan hidup di luar kandungan
3. Kehamilan terjadi akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma
Aborsi yang dilakukan di luar kondisi di atas dinyatakan ilegal. Dalam pasal 194 UU Kesehatan, setiap orang yang terlibat tindakan aborsi ilegal dapat dipidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 1 miliar.
Hukum Aborsi di Berbagai Negara
Terdapat beberapa negara yang memiliki hukum mengenai prosedur dilakukannya aborsi, seperti:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang aborsi, seperti di Belanda.
2. Hukum yang memperbolehkan aborsi demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Prancis dan Pakistan.
3. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.
4. Hukum yang memperbolehkan aborsiatas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
5. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
6. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.
7. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India
8. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang.
Hukum Aborsi di Indonesia
Aborsi kerap dianggap tabu oleh masyarakat karena erat kaitannya dengan perzinahan, yang juga sama terlarangnya. Padahal, alasan perempuan menginginkan aborsi tak hanya melulu soal menggugurkan kehamilan di luar nikah.
Hukum aborsi di Indonesia diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di Indonesia tidak diizinkan, kecuali untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, serta bagi korban perkosaan.
Menggugurkan kandungan dengan alasan keselamatan medis hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali bagi korban perkosaan) dan penyedia layanan kesehatan bersertifikat, serta melalui konseling dan/atau konsultasi pra-tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Dengan demikian, segala jenis praktik aborsi yang tidak termasuk dalam ketentuan undang-undang di atas merupakan aborsi ilegal. Sanksi pidana bagi aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menetapkan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Pasal ini dapat menjerat oknum dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuannya sebagai klien.