Damai Memeluk Agama dan Toleransi, Ini Pesan Gus Mus
Suatu hari ada kiai-kiai pesantren, khususnya yang aktif di Nahdlatul Ulama (NU) berkumpul di sebuah pondok pesantren. Saat itu KH Ahmad Mustofa Bisri ingin menerangkan tentang awal mula kesalahan beragama.
Gus Mus, panggilan akrab Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, melemparkan pertanyaan, “PPP, PDI, dan Golkar itu wasilah atau ghooyah? ”
Para kiai pun serempak menjawab dengan mantap, “Wasilah!” (Jalan).
Ada yang saking mantapnya, jadi malah setengah berteriak.
Gus Mus memberikan Pujian, “Nilai 100 untuk bapak-bapak kiai.”
“NU, Muhammadiyah, dan semacamnya itu wasilah atau ghooyah?”
KH Mustofa Bisri bertanya lagi. Para kiai kemudian menjawab pelan agak ragu-ragu, “Wasilah…”
Beliau hanya tersenyum mendengar nada jawaban para kiai yang mulai terasa berubah.
Mbah Mustofa Bisri pun bertanya Kembali, “Islam, Katholik, Hindu, dan semacamnya itu wasilah atau ghooyah (tujuan) ” ?
Seketika itu pula ruangan menjadi hening. Tidak ada kiai yang menjawab. Gus Mus sampai mengulangi pertanyaannya tiga kali, para kiai tersebut tetap hanya diam. Ghooyah itu artinya tujuan akhir. Wasilah itu artinya sarana menuju.
Kemudian ada kiyai yang balik bertanya, “Kalau pendapat Gus Mus sendiri bagaimana?”
Dengan mantap beliau menjawab, “Agama Islam adalah wasilah”.
Para kiai kemudian ribut sendiri, “Lho, bagaimana bisa agama Islam adalah wasilah?!”
Sekali lagi, dengan mantap, Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri menjawab penuh kharisma, “Karena ghoyah-nya (tujuannya) adalah Allah.”
Seketika itu pula, semua kiyai di ruangan tersebut kembali diam semua.
Mbah Mustofa Bisri lantas membuat pengandaian. Kalau Anda ingin ke Jakarta memakai mobil, bus, atau kereta api, tidak akan sampai. Karena Jakarta sedang banjir, maka melalui jalan darat tidak mungkin bisa sampai. Hanya bisa sampai ke Jakarta melalui pesawat terbang.
Meski satu-satunya sarana transportasi yang bisa menjangkau Jakarta, pesawat terbang ini tetaplah hanya wasilah (sarana menuju).
Maka dari itu, di berbagai kesempatan, Mbah Mustofa Bisri menasihati Nahdliyin untuk selalu menghormati umat beragama lain.
Bagaimanapun juga, umat beragama lain pada dasarnya sama seperti umat muslim, yaitu sedang berusaha menuju-Nya. Semua pilihan orang lain harus dihargai, seperti diri kita ingin dihargai memilih wasilah agama Islam.
Jadi, awal mula kesalahan beragama adalah menganggap agama Islam seperti partai politik. Ditambah salah menetapkan apa yang menjadi wasilah dan apa yang menjadi ghooyah dalam agama Islam.
Akhirnya, bisa tumbuh sikap berlebih-lebihan dalam beragama Islam, dan pada akhirnya menjadi sibuk “kampanye” atribut agama Islam yang disertai kebencian terhadap umat beragama lain.
Sehingga justru lupa kepada tujuan pokok agama Islam. Mirip perilaku para anggota partai politik masa kini…? (adi)
"Jadi, awal mula kesalahan beragama adalah menganggap agama Islam seperti partai politik. Ditambah salah menetapkan apa yang menjadi wasilah dan apa yang menjadi ghooyah dalam agama Islam."