Dalil Shalawat Pujian Setelah Adzan
SUDAH mentradisi di kalangan masyarakat, ketika waktu antara adzan dan iqamah, biasanya ada shalawatan atau puji-pujian. Kadang juga berupa syair doa dan munajat lainnya. Hal itu menimbulkan kegelisahan tersendiri bagi Arum, warga Kendangsari Surabaya.
“Apakah, praktik semacam itu ada dalilnya. Saya pernah mendengar pendapat bahwa puji-pujian semacam itu, merupakan bid’ah,” kata Arum, pada ngopibareng.id.
Menanggapi pertanyaan seperti itu, Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin, Dewan pakar Aswaja NU Center, memberikan jawaban.
Memang ada 2 hal yang kadang dibaca bersama jelang iqamat, yaitu doa atau pujian, seruan mengajak berjamaah dan sebagainya. Terkait dengan doa yang dibaca, dijelaskan dalam sebuah hadis. Yang artinya, ”Tidak akan ditolak sebuah doa yang dibaca antara adzan dan iqamat” (HR Abu Dawud No 521, dinilai sahih oleh Ibnu Khuzaimah). Pada intinya doa yang dibaca adalah karena waktu tersebut adalah waktu mustabah.
Sementara melantunkan syair di dalam masjid, apabila dalam syair tadi mengandung pujian yang benar, petuah-petuah, etika, atau ilmu-ilmu yang bermanfaat adalah boleh. Seorang sahabat Hassan bin Tsabit telah benar-benar melantunkan syair-syair pujian kenabian di masjid Madinah di hadapan Rasulullah Saw dan para sahabat.
Berikut riwayatnya. ”Umar lewat di masjid sementara Hassan membaca syair. Hassan melirik kepadanya dan berkata: Saya membaca syair di masjid, dan di dalamnya ada orang yang lebih baik daripada anda. Kemudian Umar menoleh ke Abu Hurairah, lalu bertanya: Saya bersumpah untukmu demi Allah, apakah kamu mendengar Rasulullah bersabda: Kabulkan saya, Ya Allah, kokohkan Hassan dengan malaikat Jibril? Abu Hurairah menjawab: Ya, saya mendengarnya”. (HR al-Bukhari No 3212 dan Muslim No 6539).
Demikian penjelasan Ustadz Ma’ruf Khozin. *