Dalil Qiyas dalam Al-Quran, Cara Menjawab Tuduhan Bid'ah
Lazim di kalangan umat Islam belakangan, terdapat perbedaan pendapat dalam memahami ajaran. Sayangnya, ada tuduhan bid'ah atau saling membid'ahkan.
Demikian dialami para juru dakwah, sebagaimana dicatat Ust Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu berikut:
Beberapa NU tingkat kecamatan di Kediri sudah sangat aktif kajian Aswaja, para ahli Aswaja di daerah Pare, Badas, Kepung dan sekitarnya adalah Kiai Dafid Fuadi Ust Dr Asy'ari Masduki Kiai Hafidz dll. Tentu saya upayakan tidak mengulang materi saya. Khawatir ada yang bilang: "Temanya pancet. Sudah tidak sinau lagi!" Maka kali ini saya sampaikan materi cara menjawab tuduhan bid'ah.
Saya sudah mengelompokkan beberapa materi yang dituduh bid'ah ternyata mengerucut pada persoalan dalil Qiyas. Cara ini menurut orang kampus disebut deduktif. Ini menunjukkan kalau saya pernah kuliah sebentar, meskipun tidak lulus.
Dalil Qiyas dalam Al-Quran
Ahli Tafsir Imam Ar-Razi ketika menyampaikan ayat berikut beliau simpulkan sebagai dalil Qiyas:
... قَوْلُهُ : { فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ } يَدُلُّ عِنْدَنَا عَلَى أَنَّ الْقِيَاسَ حُجَّةٌ
".... firman Allah (jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan kepada Al-Qur'an dan hadis {An-Nisa: 59}) menunjuk-kan bagi kita bahwa Qiyas adalah sebuah hujjah” (Tafsir al-Kabir Mafatih al-Ghaib, 5/248-251)
Dalil Qiyas dan Tanggungan
Bagi yang mengkaji hadits tentu tidak asing dengan riwayat ketika ada sahabat perempuan yang menghadap Nabi shalallahu alaihi wasallam perihal ibunya yang wafat dan punya tanggungan puasa Ramadan, Nabi bersabda:
ﺃﺭﺃﻳﺖ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﻚ ﺩﻳﻦ ﺃﻛﻨﺖ ﻗﺎﺿﻴﺔ؟ اﻗﻀﻮا اﻟﻠﻪ ﻓﺎﻟﻠﻪ ﺃﺣﻖ ﺑﺎﻟﻮﻓﺎء» وفي رواية فدين الله أحق أن يقضى
Apa pendapatmu bila ibumu memiliki utang, bukankah kau melunasinya? Demikian pula utang kepada Allah lebih berhak ditunaikan (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadits ini Al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan kesimpulan:
ﻓﻴﻪ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ اﻟﻘﻴﺎس
Dalam hadits ini disyariatkan dalil Qiyas (Fathul Bari, 4/66)
Qiyas dalam ijtihad ulama memang diperdebatkan, namun setidaknya bagi kita orang NU, apa yang kita amalkan berdasarkan dalil Qiyas sudah dibenarkan dalam Fikih Islam.
Menggotong Ulama
Syaikh Usamah Al-Azhari membagikan foto beliau saat ke Lombok, digotong di atas pundak banyak orang. Tradisi ini bagi masyarakat Lombok adalah bentuk memuliakan ilmu dan pemilik ilmu, yakni ulama. Tidak hanya ulama dari Timur Tengah, ulama Indonesia pun juga diperlakukan sama.
Karena foto ini tersebar di kalangan Timur Tengah, respon pun beragam. Ada yang mengerti ini sebagai tradisi belaka. Tapi tidak sedikit yang mencela, baik kepada Syekh Usamah atau masyarakat Indonesia yang dianggap masih belum mengerti hukum Islam.
Bagi kita orang Indonesia, meskipun tradisi ini tidak berlaku di semua daerah, tapi setidaknya kita sudah sering melihat pejabat dinaikkan kursi yang ditandu saat mendaftar ke KPU atau menjadi tamu di suku tertentu. Kadang masih ada juga di daerah tertentu pengantin putra diangkat bersama kursinya datang ke rumah mempelai wanita, jika jaraknya dekat, bila jauh ya remuk.
Di Arab setidaknya pernah kita lihat zaman old jika ada orang tua yang tak mampu tawaf maka ditandu.
Semua ini tidak ada ghuluw atau berlebihan. Hanya tradisi saja. Dan namanya tradisi tidak mungkin bisa sama antar satu negara apalagi dibawa-bawa ke masa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.