Dalam Hadis Nabi, Vaksinasi Sejalan Keutamaan Berobat
Para masyayikh (kiai sepuh) dan pengasuh pondok pesantren, belum lama ini melakukan vaksinasi Covid-19. Hal itu dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk menanggulangi pandemi Covid-19, sebagaimana menjadi program pemerintah.
KH Anwar Manshur, Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, yang berusia 82 tahun, memberikan contoh dalam melakukan vaksinasi. Maka sejumlah kiai lainnya, seperti KH Anwar Iskandar, KH Agoes Ali Masyhuri, KH Marzuki Mustamar dan kiai lainnya pun tak mau ketinggalan.
Adakah soal ini berdasar pijakan agama? Bagi kalangan Nahdlatul Ulama dan kaum santri, masalah vaksinasi sudah menjadi program pemerintah dan harus didukung penuh. Semua itu sebagai ikhtiar mencari kemaslahatan bagi masyarakat dan umat Islam secara luas.
Bagaimana dengan pandangan Muhammadiyah? Ormas terbesar kedua setelah NU?
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengatakan, vaksinasi sejalan dengan hadis tentang perintah berobat.
“Dalam hadis itu juga yang dikutip dalam putusan tarjih dikatakan:
likulli daain dawaaun bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Faidza ashiiba dawaau addaai bara’a bii idznillah azza wajalla.
"Jika obat itu pas dengan penyakit tertentu maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh".
Demikian kata Syamsul, dikutip dari dialog Suara Muhammadiyah edisi 16-28 Februari 2021. Ia menanggapi langkah vaksinasi sebagai ikhtiar menyudahi krisis pandemi Covid-19 yang kerap diperdebatkan di tengah masyarakat selama ini. Padahal, vaksinasi sudah mulai berlangsung. Namun, tidak sedikit dari kalangan umat Islam yang masih meragukannya.
Syamsul menegaskan, umat Islam tidak boleh pasif. Dalam QS. Al-Rad ayat 11 dikatakan kondisi dan situasi tidak akan pernah berubah, bila tidak ada upaya dalam melakukan perubahan.
Vaksinasi merupakan salah satu ikhtiar dalam mengubah keadaan pandemi seperti saat ini menuju keadaan normal yang lebih baik lagi.
Kesehatan adalah sebuah kenikmatan dari Allah. Keadaan tidak bisa berubah kecuali berani mengambil tindakan pencegahan. Menerima vaksin merupakan sikap menghormati dan mempercayai sesuatu berdasarkan ilmu pengetahuan.
Apalagi vaksin Covid-19 yang menurut BPOM dan MUI berstatus halalan thayyiban, sangat dianjurkan untuk disosialisasikan dan dimanfaatkan.
“Arti berobat itu tidak hanya minum obat, tetapi juga melakukan tindakan-tindakan untuk menangkal terhadap kemungkinan datangnya penyakit sebagaimana dilakukan dengan vaksinasi ini. tidak hanya vaksinasi Covid-19 tetapi vaksinasi terhadap penyakit yang lain juga,” tutur Syamsul.