track record untuk jabatan barunya. Gus Dur pernah mengangkatnya menjadi menteri pertahanan. Menteri pertahanan pertama yang sipil. Di era demokrasi, tentara memang harus di bawah sipil. Itulah mimpi demokrasi Gus Dur. Dan lagi tantangan keamanan ke depan adalah sipil-sipil. Ekstrimis, kesukuan, kesenjangan kaya-miskin, tidak tegaknya hukum. Itu bidang yang dikuasai Mahfud. Toh menteri pertahanannya sudah 'orang kuat': Prabowo Subianto. Menko bisa lebih fokus ke soal keamanan non militer itu dan pembenahan hukum itu. Bagaimana dengan dipilihnya Kapolri Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri? Kelihatan sekali presiden juga bisa berkelit untuk pos ini. Dari tekanan politik. Pastilah PDI-Perjuangan sangat mengincar posisi ini. Saya pun merasa PDI-Perjuangan punya 'hak' jatah Mendagri itu. Sebagai partai pemenang pemilu. Tapi PDI-Perjuangan mestinya juga tidak kecewa. Jenderal Polisi Tito sudah membuktikan keloyalan politiknya. Terbukti saat Pemilu yang lalu. PDI-Perjuangan mestinya bisa memegang Tito untuk Pemilu yang akan datang. Ia bisa jadi buldozer. Di zaman demokrasi pun buldozer masih diperlukan rupanya. Bagaimana dengan Jaksa Agung? Presiden ternyata juga mampu menghindar dari tekanan kiri-kanan. Terutama dari dua tokoh utama dalam koalisi: Megawati dan Surya Paloh. Lewat medsos kita tahu: terjadi semacam rebutan untuk posisi itu. Selama ini jaksa agung adalah orangnya Surya Paloh. Maka haknya pula untuk mempertahankan posisi itu. Agar tetap di tangannya. Sebaliknya Megawati. Pasti tidak ingin jaksa agung kembali ke Nasdem. Terlalu banyak kader PDI-Perjuangan pindah partai. Karena takut jadi tersangka. Presiden berhasil keluar dari tekanan itu. Pilih orang ketiga: ST Burhanuddin. Ia terpaksa pulang kandang ke almamaternya. Yang menarik adalah jabatan menteri pendidikan. Dipegang millenial: Nadiem Makarim. Kemampuannya dalam decacorn sudah terbukti luar biasa. Yang terbaik di Indonesia. Kini Nadiem memasuki birokrasi. Mendiknas adalah birokrasi terbesar. Dengan anggaran terbesar. Pun rentang kendalinya. Yang sangat luas. Di tangan Nadiem mungkin begitu banyak yang bisa disederhanakan. Setidaknya itulah ekspektasi banyak orang. Kita doakan Nadiem. Agar tetap bisa bergerak lincah. Di tengah belitan kawat-kawat berduri birokrasi. Tentu bidang pendidikan hal baru baginya. Tapi Menko yang membawahinya: Muhajir Effendy. Yang selama ini menjabat Mendikbud. Memang banyak pertanyaan: mengapa Susi Pujiastuti yang populer itu tidak diangkat lagi? Tentu sudah banyak yang tahu: dia dianggap sulit diajak koordinasi oleh Menkonyi. Rumornya begitu seru: tidak mau diajak rapat. Bu Susi dikenal sangat berprinsip. Nasionalis. Juga sangat berprestasi. Boleh dikata penangkapan ikan oleh perahu asing tidak ada lagi. Ikan menjadi begitu banyak di laut. Tapi pusat ikan di Bitung menjerit. Tidak dapat ikan. Demikian juga pusat ikan lainnya. Ikan memang menjadi banyak. Tapi untuk apa kalau tidak ditangkap? Begitu gurauan yang meluas. Bagaimana dengan tim ekonominya? Menkonya bukan ekonom-teknokrat: Airlangga Hartarto dari Golkar. Menteri perdagangannya: Agus Suparmanto dari PKB. Menteri perindusteriannya: Agus Gumiwang Kartasasmita dari Golkar. Menakernya Ida Fauziah dari PKB. Menteri pertaniannya Syahrul Yasin Limpo dari Nasdem. Hanya menteri keuangan yang teknokrat: Sri Mulyani. Tapi ini memang bukan tahun ekspansi ekonomi. Ini tahun-tahun konsolidasi. Limpo misalnya, adalah pekerja keras. Juga penerobos. Ia banyak akal. Yang juga jadi pertanyaan: mengapa ide menlu merangkap menteri perdagangan tidak jadi direalisasi. Ide itu sebenarnya sangat modern. Juga mengapa percobaan menristek jadi satu dengan pendidikan tinggi dipisah lagi. Gagal? Pendidikan tinggi dikembalikan lagi ke Diknas. Dari segi kebersamaan, kabinet ini seperti hujan yang merata. Kekompakan kelihatan lebih utama. Tinggal adakah oposisi? PKS sudah pasti. Apakah partai lain --yang tidak masuk kabinet-- akan oposisi? Kalau pun mereka itu beroposisi kelihatannya akan berjalan sendiri-sendiri.(Dahlan Iskan)