Dahlan Iskan Ikut Pilwali, Tulisan Terakhir Bahari
Pendapat sedikit berbeda diungkapkan senior JP lainnya Fuad Ariyanto, mantan Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos. Jabatan walikota bagi Dahlan kecil dibandingkan dengan kapasitasnya sebagai orang yang terbukti sukses membesarkan Jawa Pos Group, menjabat Dirut PLN dan Menteri BUMN.
‘’Apalagi, risiko politiknya cukup besar. Tidak sebanding dengan jabatan walikota. Pasti kesalahan Pak Dahlan akan terus diungkit, dibuka,’’ ingat Cak Fu, sapaan akrab Fuad Ariyanto.
Makanya, kalau boleh menyarankan sebaiknya Pak Dahlan tidak perlu maju sebagai Walikota Surabaya. Apalagi dalam Pilpres lalu Pak Dahlan mendukung pasangan Prabowo-Sandi yang ternyata kalah. ‘’Ini juga titik lemah Pak Dahlan. Mereka yang tidak suka Pak Dahlan pasti terus menggungkitnya,’’ ingat Cak Fu.
Maksum, senior JP yang juga dosen Unair menyampaikan pandangannya dengan halus, “Kalau Pak Dahlan mau maju sebagai calon walikota Surabaya itu tentu bagus. Tapi, dugaan saya Pak Dahlan tidak akan mau.’’
Mengapa? ‘’Pak Dahlan sudah lelah dikerjai sana sini,’’ kata Maksum.
Apakah jabatan walikota kecil bagi Dis, atau sudah kapok dikerjai pasca jadi menteri yang berujung bui? ‘’Ya..mungkin itu juga,’’ tambah Maksum.
Mantan Pimred Jawa Pos Dhimam Abror Djuraid mengatakan, tiap masa ada orangnya, dan tiap orang ada masanya. Pak Dahlan, lanjut Abror, memang punya kapasitas dan kapabilitas. Tapi sekarang bukan era atau masa beliau lagi. ‘’Pak Dahlan tahu persis itu. Beliau tahu bagaimana politik sekarang berproses,’’ ingat Abror.
“Dua puluh tahun lalu memang iya, masa jaya-jayanya Pak Dahlan. Sekarang kondisi sudah berubah. Tapi, kalau ternyata Pak Bos (Dis) mau maju, saya dengan senang hati bersedia jadi timses menggalang para relawan,’’ lanjut Abror.
Soerijadi, mantan anak buah Dis selama 28 tahun di JP menambahkan, Pak Dahlan sangat sangat layak jadi walikota Surabaya sebagai pengganti Bu Risma.
“Daripada keluyuran terus ke luar negeri hanya untuk menulis di Di’sway.id. Lebih baik tenaga, pikiran, dan pengalaman Pak Dahlan dicurahkan untuk memajukan Surabaya. Sayang kalau Surabaya nanti dipimpin orang tidak visioner. Apalagi standarnya di bawah Bu Risma. Eman,’’ ingat Soerijadi, arek asli Kaliasin Gang Pompa, Surabaya itu.
Surabaya, lanjut Cak Soer, saat ini relatif kondusif. Misalnya, nanti ada calon yang kontroversial apalagi drop-dropan dari luar Surabaya, yang tidak tahu jerohan dan karakter wong Surabaya, pasti menimbulkan kegaduhan.
Yang rugi jelas warga Surabaya sendiri. ’’Beda dengan Pak Dahlan. Beliau sangat paham Surabaya dan karakter arek Suroboyo. Itu karena beliau sudah puluhan tahun tinggal dan menjadi warga Surabaya. Mulai jadi kepala Biro Tempo Jatim, membangun Jawa Pos Group hingga menjadi imperium. Sampai kini beliau tetap tinggal di Surabaya.’’
Pasca Didepak JP
Kembali ke Dis, sebenarnya penulis wawancara Dahlan Iskan untuk bahan penulisan buku Jawa Pos (JP) Part II. Lanjutan buku independen karya penulis (Bahari) berjudul: ‘’Azrul Ananda Dipuja dan Dicibir Kontroversi Penguasa Baru Jawa Pos, Ahli Waris Dahlan Iskan’’ yang terbit Agustus 2017 lalu.
Bahkan penulis sudah melakukan wawancara Dahlan Iskan secara door stop atau tembak langsung sedikitnya enam kali untuk bahan buku JP Part II berintikan pecah kongsi Dahlan Iskan dkk versus Goenawan Soesatyo Mohamad dkk.
Terakhir wawancara ya hari Minggu 25 Agustus 2019 kemarin di pelataran Graha Pena. Saat Dis senam pagi. Sedangkan wawancara pertama 13 Oktober 2018 silam.
Beragam reaksi ditunjukkan Dis saat dicegat penulis. Dari ekspresi wajahnya tampak jelas Dis nervous, marah, jawabannya meledak-ledak. Sesekali ‘’menyerang’’ balik he he.. Tergambar jelas Dis tidak berkenan, tidak suka ditanya-tanya soal dirinya dan anak lanangnya Azrul Ananda setelah didepak dari JP Group.
ebagai wartawan kawakan seyogyanya Dis tetap bersikap tenang, tidak mudah terpancing. Apalagi, hanya menghadapi mantan anak buahnya, orang yang pernah dididiknya menjadi wartawan Jawa Pos.
Selanjutnya Dis mulai bisa bersikap normal, hangat dan bersahabat dengan penulis, bahkan ketawa ketawa meski jawaban yang diberikan sangat pelit setiap kali dicegat.
Beragam pertanyaan pun dilontarkan penulis kepada Dahlan Iskan. Di antaranya soal ‘’pengkhianatan’’ para pejabat JP yang kini menjadi pucuk pimpinan JP Group terhadap Dis dan keluarganya.
Mengapa Dis dan Azrul saat didepak dari JP Group tidak melakukan perlawanan terhadap para pemegang saham? Soal utang piutang, soal perebutan aset dan anak perusahaan grup di daerah yang begitu sengit. Soal hubungannya dengan Goenawan Mohamad, 78 tahun, dan pemegang saham JP di Jakarta. Soal saham karyawan JP 20 persen yang panas masih menyisakan ‘’masalah.’’ Penjualan saham 10,20 persen milik Dis, sampai masalah utang piutang.
Nah..pertanyaan apakah Dis mau maju dalam bursa calon Walikota Surabaya hanya selingan. Tapi juga sayang kalau tidak ditulis.
Apa jawaban Dis dari semua pertanyaan di atas tadi? Tunggu terbitnya buku “Jawa Pos Part II” ha..ha yang masih dalam proses pengerjaan. Semua jawaban Dis ada di buku itu.
Penulis juga masih menyimpan pertanyaan seabreg, mengendap di pikiran penulis untuk Dis. Sayang setiap ketemu Dis waktunya sangat singkat, hanya sekian detik. Paling lama tak lebih satu menit. Namun peluang mencegat Dis masih terbuka sampai buku JP Part II Insya Allah nanti naik cetak.
Penulis sejak 2017 sudah mengumpulkan beragam kepingan, mozaik penyebab pecah kongsi Goenawan Mohamad (GM) dkk dan Dahlan Iskan (Dis) Cs dengan melakukan serangkaian wawacara para senior JP, para Raja Koran di daerah, pimpinan, direktur anak perusahaan JP Group untuk bahan tulisan buku JP Part II.
Hasilnya luar biasa. Banyak data, informasi mencengangkan diterima penulis. Bagaimana kerasnya gesekan kubu GM dan Dis. Terjadi perang di semua lini. Saling berebut, saling klaim anak perusahaan. Itu hanya pucuk gunung es dari perseteruan dua gajah GM versus Dis. Masih banyak masalah super rumit di antara kedua kubu.
Hanya saja penggarapan buku independen ini sedikit tersendat saat penulis ada pekerjaan kecil di luar untuk menopang dapur penulis. Kalau longgar baru dikebut lagi.
Agar buku JP Part II independen, seobyektif mungkin, tidak masuk angin, tidak berat sebelah, maka penulis menggarap sendirian. Mulai wawancara, menulis, editing sampai pembiayaan cetak nantinya dilakukan mandiri tanpa melibatkan penyandang dana orang-orang Jawa Pos, baik dari kubu Goenawan Mohamad maupun Dahlan Iskan.
Pokoknya digarap sendirian. Selain tidak kuat membayar editor, ada pertimbangan khusus yang tidak bisa diungkap di sini. Buku ini juga menyangkut reputasi penulis yang terus menjaga marwah seorang wartawan idealis. (Habis)
Oleh: Bahari, mantan wartawan Jawa Pos.