Guru Narasi Menebar Inspirasi
Agak telat melaporkan. Tapi tak apalah. Toh yang dilaporkan soal kegiatan Dahlan Iskan. Founder Jawa Pos dan mantan Menteri BUMN. Wartawan pengusaha yang hidupnya penuh warna.
Baru saja, bersamaan dengan puncak acara Hari Pers Nasional, 9 Januari 2019, ia menggelar acara. Setahun Disway.id. Blog pribadi yang dikelolanya untuk menebar informasi dan inspirasi.
Acaranya unik. Titlenya Stand Up Sharing Session with Dahlan Iskan. Di DBL Academy yang kini menempati salah satu lantai di PTC Pakuwon Mall Surabaya Barat.
Seribu orang hadir. Berbagai kalangan. Mulai dari pengusaha top Surabaya sampai dengan orang biasa. Ada bos Pakuwon Alex dan Melinda Teja. Kawan pengusaha di kala suka dan sedih.
Nggak ada pejabatnya memang. Kecuali Alwi Hamu, staf khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tapi ia memang kawan wartawan dan bisnis Dahlan sejak lama.
Magnet Dahlan sebagai pemilik acara luar biasa. Lapangan basket DBL Academy disulap menjadi tempat kuliah umum. Pesertanya tidak hanya dari Surabaya. Tapi juga yang khusus terbang dari Jakarta.
Tadinya saya mengira dia dipanggung sendirian. Seperti umumnya pertunjukan stand up. Ternyata di panggung ada bos Kapal Api Soedomo Mergonoto dan Direktur Marketing Wardah Group Salman Subakat.
Saya datang terlambat karena menghadiri puncak HPN di Grand City. Nyampai tempat acara tinggal ujungnya. Tanya jawab terakhir. Sempat menyaksikan dialog Dahlan dan Salman yang lucu.
Di ujung acara itu, Dahlan lebih berperan seperti host talkshow. Ia menanyai Salman, kenapa pria lulusan ITB ini memilih memarketingkan kosmetik? Bergulat dengan kecantikan perempuan?
"Kan kalau perempuan itu cantik, yang menikmati juga laki-laki," jawab Salman cerdas. Setelah itu masih mengalir jawaban-jawaban cerdas putra pendiri sekaligus owner Wardah Group Nurhayati Subakat.
Tampilnya Soedomo melengkapi lintas generasi panggung yang dikendalikan Dahlan. Salman mewakili generasi inspirasi anak jaman now. Sedang Soedomo representasi kisah sukses pengusaha jaman old.
Ditanya Dahlan tentang Kapal Api, Soedomo menuturkan jika produknya kini mengusai 60 persen pasar kopi di Indonesia. Ini dicapai meski dengan serbuan kompetitor dari berbagai penjuru dan arah.
Soedomo mengaku baru tahu kalau perusahaan kopinya terbesar kelima di dunia. Ini setelah ia didatangi Tim Rabo Bank yang menyampaikan hasil surveinya tentang industri dan pasar kopi di berbagai negara.
Perbincangan di ujung Stand Up Dahlan Iskan ini menginspirasi semua yang hadir. Bagaimana mereka bisa meraih sukses dalam membangun usahanya. Menginspirasi semua jika segalanya mungkin terjadi.
Stand Up Dahlan sebenarnya tak hanya menebar inspirasi. Saya melihat ini sebagai kebangkitan kembali dia. Seorang wartawan miskin yang kemudian berhasil membangun perusahaan raksasa media.
Raja media sempat melekat pada dirinya. Sampai kemudian ia terjun di pemerintahan dengan menjadi Direktur PLN. Tak lama setelah itu ia dipercaya menjadi pembantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi menteri BUMN.
Ia juga pernah menjadi salah satu kandidat calon presiden Partai Demokrat. Partai besutan SBY itu menggelar konvensi dan Dahlan ikut berkompetisi. Sayang konvensi hanya menjadi kembang politik. Ia pun terlempar dari pencalonan.
Dahlan yang sukses menjadi pengusaha media gagal menjadi politisi. Rasanya ia terlalu lugu dalam jagat politik yang penuh tipu daya. Gaya wartawannya yang lugas membuat ia gagal sebagai politisi.
Kegagalan politik ini ternyata awal dari berbagai tragedi. Dahlan terseret-seret kasus hukum yang dia tidak melakukannya. Tak hanya satu kasus. Dia dirundung banyak tuduhan yang sempat membuatnya kalang kabut.
Belum selesai satu tangga merubuhinya, tangga lain menimpa pula. Pengusaan atas emperium Jawa Pos Group yang dibesarkannya ikut sirna. Ia tersingkir oleh pemegang saham lain. Juga dikhianati orang yang sejak membangun Jawa Pos ia percayai.
Belum tahu bagaimana akhir dari pergulatannya di kekaisaran media yang telah ia bangun. Tetap tersingkir atau ia bisa kembali merebut kendali. Atau Dahlan akan memilih jalan lain untuk membangun kekaisaran bisnis baru untuk keluarganya.
Yang pasti bukan Dahlan kalau ia gampang menyerah. Digerogoti penyakit mematikan saja ia bisa bertahan. Dengan ganti hati yang hasilnya menakjubkan. Menyambung nyawanya hingga sekarang.
Perjalanan Dahlan memang penuh perjuangan. Tidak hanya saat ia dalam kemiskinan. Juga pada saat i dipuncak kejayaan. Siapa pernah mengira ia tersingkir dari kerajaan media yang dibangunnya.
Bagi saya, stand up Dahlan menyiratkan sebuah pelajaran. Jatuh dan bangun dalam usaha itu hal biasa. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Menyerah. Bertahan. Atau terus berjuang.
Saya salalu belajar dari diri Dahlan. Bukan hanya soal menjadi wartawan. Tapi juga bagaimana menjadi orang sabar. Meski terhadap pengkhianatan berulang-ulang dari orang yang dipercayainya.
Saya tetap ingin menjadi saksi Dahlan yang terus berjuang. Sambil menunggu hasil akhir perjuangannya. Ia guru yang bai dalam membuat narasi. Tapi juga menjadi sosok penebar inspirasi.
Kisah Dahlan sendiri penuh inspirasi. Kini ia mulai menebarkan berbagai ragam inspirasi. (Arif Afandi)