Daftar Pejabat Dilarang Kampanye, Tak Ada Presiden dan Menteri
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur daftar pejabat negara yang tidak boleh dilibatkan sebagai pelaksana/tim kampanye pemilu. Hal itu termuat dalam Pasal 280 Ayat (2) dan (3). Dalam daftar itu, tidak ada presiden, menteri, maupun kepala daerah.
Larangan itu meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Namun demikian, UU Pemilu mengatur bahwa beberapa pejabat negara dibolehkan berkampanye dan itu termuat di Pasal 299 UU Pemilu. Pasal itu menegaskan, presiden dan wakil presiden berhak melaksanakan kampanye. Pasal itu juga menyatakan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye.
Adapun Pasal 280 ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, merinci daftar pejabat negara yang dilarang terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye itu meliputi. Namun tidak ada presiden, wapres, menteri, maupun kepala daerah.
a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
d. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang, menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
f. Aparatur Sipil Negara;
g. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. Kepala desa;
i. Perangkat desa;
j. Anggota badan permusyawaratan desa; dan
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
Sanksi
Pasal 493 dan 494 Undang-Undang Pemilu merinci sanksi untuk pelanggar.
Pejabat negara pada huruf a sampai d yang terbukti terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye diancam pidana maksimum dua tahun penjara dan denda Rp24 juta.
Pejabat negara pada huruf f sampai j diancam pidana maksimum satu tahun penjara dan denda Rp12 juta.
Kepala desa pun bisa dikenakan pidana yang sama bila melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.