Orang Tua Mahasiswa Unesa Sedih Pikirkan Nasib Anaknya di Wuhan
Hati orang tua mana yang tak resah ketika anaknya berada di lokasi sumber penyebaran corona virus. Begitu pula Trisuta Kustiandono, ayah dari Dian Aprillia Mahardini, mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang sedang belajar di Wuhan.
Trisuta sangat mengkhawatir kondisi putri pertamanya itu. Sekitar pukul 10.00 WIB ia berhasil menghubungi anaknya melalui sambungan telepon.
Dian Aprillia Mahardhini, salah satu dari 12 mahasiswa Unesa yang tengah belajar di Central China Normal University Luonan Subdistrict Hongshan District Wuhan, Cina.
"Dalam satu hari saya telepon 3 sampai 4 kali untuk mengetahui kondisinya. Terakhir saya telepon tadi pagi sekitar pukul 10.00 tadi. Katanya, baik-baik saja di sana," kata Trisuta.
Kata Trisuta, anaknya meminta agar tidak khawatir terhadap kondisi di Wuhan, meski pemerintah setempat melarang untuk keluar rumah. Dian Aprilia berpesan pada ayahnya untuk memakai masker, sebagai bentuk kewasapadaan terhadap corona virus.
"Sudah jangan khawatir ayah, saya baik-baik saja. Kalau ada apa-apa sudah ada koordinasi dengan pihak KBRI," ujar Trisuta menirukan pesan anaknya.
Ditambahkan Trisuta, dari cerita anaknya saat ini yang mulai langka adalah masker. Karena persediaan masker sudah habis. Kalau mau beli harus keluar asrama. Padahal pemerintah melarang setiap orang untuk keluar rumah. Di samping itu banyak toko-toko tutup.
"Yang agak khawatir justru masalah masker, Untuk saat ini mulai langka di sana. Ini kata anak saya. Saya berharap pihak Menlu dan KBRI segera merespon hal tersebut," katanya.
Untuk kegiatan anaknya dan mahasiswa Unesa lainnya di sana hanya berada di asrama saja. Karena kebetulan ada libur Imlek.
"Ini juga sesuai arahan Kemenlu dan KBRI untuk tidak keluar asrama, kalau tidak ada urusan yang mendesak," katanya.
Meski begitu, Trisuta berharap, anaknya bisa segera dipulangkan atau dievakuasi ke kota yang lebih aman seperti Beijing atau sekitarnya.
Sebab, menurutnya, dengan kondisi kota Wuhan saat ini bisa mempegaruhi mental anaknya dan teman-temannya bila lebih lama berada di sana.
"Di sana anak-anak kan masih usia 20-an mental mudah labil. Kondisi kota yang seperti itu dan lama terisolasi akan berpegaruh pada mental. Kalau mentalnya drop akan berpegaruh ke kesehatannya. Sehingga bisa tertular juga," katanya.
Trisuta dan keluarga berharap, pihak Kemenlu dan KBRI bisa mengambil langkah tegas untuk nasib anaknya di Kota Wuhan, China.
"Terus terang tiap malam saya tidak bisa tidur memikirkan anak saya. Saya berharap segera pulanglah anak saya," katanya.
Advertisement