Kisah Para Cukong Pengantar Uang dari Suku Boyan Bawean (Tulisan IV)
Salikin, begitulah pria kelahiran 30 November 1959 itu biasa dipanggil. Ketika berbicara, logat melayu kentalnya seakan ingin menunjukkan jika dirinya merupakan warga Negara Malaysia .
Penampilan memang sering menipu. Salikin sebenarya tidak memiliki darah negeri para datuk itu. Dia hanyalah satu dari ratusan warga Pulau Bawean yang menekuni pekerjaan sebagai pengawal atau cukong atau tekong. Karenanya, tiap 15 hari dalam sebulan dia pasti berada di Malaysia atau Singapura, sedangkan 15 hari sisanya dihabiskan di kampung halamanya di Bawean.
Pengawal adalah sosok yang biasa menghubungkan atau mengirimkan para calon TKI ke Negara yang dituju (biasanya Malaysia atau Singapura). Begitupula Salikin, hampir separuh hari dalam sebulan, dirinya pasti meninggalkan Bawean untuk mengantarkan warga Bawean ke Malaysia atau ke Singapura.
Meski tidak mengantar orang, Salikin biasanya tetap akan ke Malaysia atau Singapura dalam separuh hari dalam sebulan. "Saya mengambil kiriman uang atau barang dari Malaysia dan Singapura," ujar pria berkumis ini.
Bahkan, meski di Bawean saat ini sudah ada sebuah Bank Swasta, namun, para pendulang devisa biasanya memang tetap mempercayakan pada para pengawal seperti Salikin ini, sebagai jembatan transfer uang kepada saudaranya di Bawean.
Teknis pengiriman uang biasanya si TKI langsung menelpon pengawal untuk memberian sejumlah uang kepada saudaranya. Nantinya, ketika pengawal ini ke Malaysia atau Singapura, pengawal akan mampir ke rumah TKI itu untuk mengambil ganti uang yang telah diberikan kepada saudaranya TKI tersebut.
"Kesepakatan umum yang berlaku sejak lama adalah 10 persen dari titipan masuk ke pengawal," kata Salikin.
Sementara itu, jika barang yang dikirimkan, maka ongkos sekali kirim via pengawal ini adalah sekitar 20 ringgit Malaysia, ini kalau pengirimannya langsung via Bandara Juanda Surabaya. Tapi kalau melalui pulau Batam, maka biayanya lebih murah menjadi 10 ringgit per kilogramnya.
Lantas, kalau untuk mengantarkan TKI baru, Salikin berujar tidak akan memberikan tarif khusus. "Mereka masih akan kerja, seiklas mereka, tapi biasanya tidak kurang dari Rp1 juta," kata dia.
Selain Rp1 juta untuk jasa pengawal ini, calon TKI tersebut juga masih diwajibkan untuk menyediakan uang sekitar Rp5,5 juta (untuk TKI tujuan dari Juanda, Surabaya langsung Kualalumpur), tapi jika melalui Batam maka biayanya sekitar Rp4,5 juta.
Angka ini dengan rincian, untuk uang jaminan di Malaysia sebesar Rp2 juta dan 600 ribu ringgit. Sedangkan sisanya adalah ongkos tiket pesawat pulang pergi dan perjalanan darat selama di Indonesia maupun di Negara tujuan.
Sedangkan kalau tujuannya ke Singapura, biayanya relative sama, hanya saja uang jaminannya lebih mahal menjadi 1.000 dollar Singapura. Selain itu, khusus singapura, maka baik pengawal maupun calon TKI juga harus berpenampilan rapi, tidak bisa berambut gondrong.
Rahim, penghubung asal Sungai Teluk, Sangkapura mengatakan, para TKI ini, umunya berstatus pelancong illegal untuk bekerja. Tapi sesampai di Malaysia atau Singapura, mereka biasanya langsung diambil oleh para saudara atau setidaknya oleh warga Bawean yang sudah memiliki kewarganegaraan setempat.
"Kami warga Bawean tidak akan bingung kalau ke Malaysia atau Singapura, di sana sudah banyak saudara. Ke Australia saja kami juga tidak bingung," ujar Rahim.
Biasanya, dalam tiap bulan, Rahim mengaku mengirimkan minimal dua orang ke Malaysia atau Singapura. Selain itu, dirinya setidaknya juga menyalurkan kiriman devisa minimal sekitar Rp 20 juta bagi warga Bawean.
Sariful Mizan, Tokoh Bawean mengkalkulasi jika tiap bulannya kiriman para TKI yang masuk melalui pengawal ini minimal Rp5 miliar. Angka ini masih belum seberapa jika ditambahkan dengan jumlah kiriman TKI melalui Bank Jatim cabang Bawean.
"Sejak Bank Jatim berdiri tahun 2001, kiriman paling kecil Rp3,5 miliar. Selebihnya sekitar Rp5 miliar, jika hari raya, biasanya sekitar Rp 8 miliar,"ujar Suyoto, bagian nasabah Bank Jatim Cabag Bawean.
Banyaknya devisa masuk ini pula yang membuat satu-satunya Bank di Bawean ini yang semula hanya berstatus cabang pembatu, sejak tahun 2003 diubah menjadi cabang Bawean.
Hanya saja, banyaknya kiriman dari luar negeri ini, membuat satu-satunya Bank di pulau tersebut kesulitan untuk menyalurkan kridit lunak kepada warga. "Di Bawean ini tidak ada yang mau mengambil kridit Bank," imbuh Suyoto.
Khusus untuk pengiriman uang, Bank Jatim kini telah bekerja sama dengan beberapa bank baik di Malaysia maupun Singapura, diantaranya Publik Bank, Hong Leong Bank, dan MyBank. "Jadi yang mau kirim uang tinggal buka rekening di tiga bank itu dan langsung bisa diambil dalam bentuk rupiah di Bank Jatim Bawean," ujarnya.
Sementara itu, kemudahan berkirim devisa via bank, ternyata tak menyurutkan keuntungan bagi para pengawal. Apalagi, pengawal adalah orang yang berpengalaman, bahkan para pengawal ini biasanya juga memiliki dua Kartu Tanda Penduduk (KTP) rangkap. Satu KTP Bawean, dan satunya adalah KTP Malaysia.
Salikin, misalnya, pria dengan lima anak ini, kini memiliki KTP ganda. Bahkan, dirinya juga memiliki Surat Izin Mengemudi dari Negara Malaysia . Di KTP Malaysia, Salikin beralamatkan di Kampong Paya Jaros Dalam 47000 Sungai Buloh Selangor.
Berkat KTP inipula, dia terpaksa harus memperpanjang namanya di dalam KTP dari Salikin menjadi Salikin Bin Sadli atau mencomot nama Bapaknya sebagai tambahan nama. “Di Malaysia, nama harus ada nama ayahnya," ujarnya.
Salikin sendiri mengaku menekuni jasa pengawalan sejak tahun 2001, setelah dirinya bekerja di Malaysia sejak 1980 lalu. Kini, berkat profesi yang ditekuninya, dia bisa mendirikan sebuah konter HP di Sangkapura. Selain itu, Salikin juga sudah memiliki sebuah toko sembako yang dikelola istrinya di pasar Sangkapura. Bersambung (wah)