Cuek kepada Korban Kapal Terbakar, Pemkot Probolinggo Dikecam
Sebanyak 21 orang penumpang Kapal Layar Motor (KLM) Wahyu Ilahi 02 yang terbakar, akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya di Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Bandara Juanda pada Rabu pagi, 5 September 2018,. Disayangkan, selama berada di penampungan sejak Minggu malam, 2 September lalu, Pemkot Probolinggo tidak pernah menjenguk para korban yang ditampung di Stasiun Radio Pantai, KSOP Probolinggo.
Hal itu diungkapkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad yang ditemui di sela-sela pemulangan 21 penumpang KLM Wahyu Ilahi 02, Rabu. Ia menyayangkan, kekurangpekaan Pemkot Probolinggo terhadap para korban kapal tenggelam.
“Bisa dikatakan Pemkot kurang peka padahal mereka juga saudara kita. Sejak kedatangan 21 penumpang itu sampai kepulangannya tidak terlihat ada orang Pemkot yang menjenguk,” ujar KH Nizar.
Ketua MUI mempertanyakan, apakah tidak ada anggaran yang bisa digunakan jika ada korban yang “terdampar” di Kota Probolinggo. “Kalau memang tidak bisa membantu, ya paling tidak jenguklah mereka,” ujarnya.
Dihubungi terpisah melalui telepon selularnya, Ketua Komisi III DPRD Kota Probolinggo, Agus Riyanto juga menyayangkan sikap Pemkot Probolinggo. “Kami juga kecewa atas kurang pekanya Pemkot Probolinggo terhadap para korban kapal tenggelam,” ujarnya.
Politisi PDIP itu justru mengapresiasi terhadap Polresta Probolinggo yang tanggap menangani 21 korban sejak mereka datang ke Probolinggo hingga pulang ke Jeneponto. “Nanti kami akan koordinasi internal dengan Pemkot untuk menanyakan hal ini,” ujarnya.
Pemkot Probolinggo yang dihubungi via Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Prijo Jatmiko punya alasan kenapa tidak menjenguk korban kapal. “Kami kebetulan sedang sibuk mempersiapkan bantuan yang akan kami berangkatkan untuk korban gempa bumi di Lombok,” ujarnya kepada wartawan.
Sementara itu prosesi pelepasan terhadap 21 korban kapal terbakar digelar di halaman Stasiun Radio Pantai, KSOP Probolinggo, Rabu pagi. Prosesi diawali dengan pembacaan Asma’ul Husna dan ditutup dengan doa.
Para penumpang laki-laki tampak berdiri berbaris di samping Kapolresta AKBP Alfian Nurrizal yang menjadi inspektur upacara. Tampak pula seorang bocah, Ardhi (13), yang berdiri bak seorang ajudan Kapolresta. Bahkan usai upacara, AKBP Alfian meminjamkan tongkat komandonya diserta salam penghormatan kepada Ardhi.
“Saya sudah kangen kepengen segera pulang ke Jeneponto, ingin bermain-main dengan teman-teman,” ujar Ardhi, siswa kelas VII di sebuah SMP di Jeneponto.
Para perempuan yang mengikuti prosesi pelepasan dari sebuah kamar terlihat matanya berkaca-kaca. “Kami pamit pulang ke Jeneponto, terima kasih banyak telah membantu kami selama di penampungan,” ujar Nita diamini Mila.
Begitu upacara usai, ke-21 penumpang langsung memasuki bus milik Polresta yang mengantarkan mereka hingga Bandara Juanda. Kapolresta tampak membopong seorang balita perempuan hingga dinaikkan ke atas bus. (isa)