Cuaca Ekstrem, Nelayan Banyuwangi Budidaya Kepiting di Mangrove
Puluhan nelayan Desa Kedungasri, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi, melakukan budidaya pembesaran kepiting. Usaha ini menjadi alternatif penghasilan di tengah kondisi cuaca ekstrem dan tidak menentu.
Budidaya kepiting dilakukan di kawasan hutan mangrove yang berada di desa itu. Kepiting yang dibudidaya adalah jenis kepiting bakau. Karena kepiting ini relatif lebih tahan terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Para nelayan ini bernaung dalam kelompok budidaya Kepiting Tuan Krab. Mereka dalam pendampingan Lembaga Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (Arupa) Yogyakarta dan didukung Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keuangan RI.
Ketua Budidaya Kepiting Tuan Krab, Sugeng Mulyono mengatakan, budidaya kepiting ini sudah dijalani sekitar satu tahun belakangan. Media yang digunakan adalah jeriken plastik. Jeriken dilubangi sebagai tempat benih kepiting. Kemudian, jeriken berisi benih kepiting itu ditempatkan di bawah pepohonan hutan mangrove.
"Proses pemilihan tempat, harus di bawah hutan mangrove dengan intensitas sinar matahari sekitar 25 persen," jelasnya, Sabtu, 28 Oktober 2023.
Benih untuk budidaya pembesaran kepiting ini dipilih yang berukuran 100 gram. Benih ini, biasanya didapatkan sendiri oleh nelayan pembudidaya. Ada juga yang dibeli dari nelayan lain.
Kepiting yang berada di rumah buatan itu diberi pakan setiap dua hari sekali. Jenis pakan yang diberikan mulai ikan kecil-kecil atau ikan yang dipotong kecil-kecil, keong. Biasanya pakan ini dibeli seharga Rp2.500 per kilogram atau langsung mencari di alam.
"Ketika molting (berganti cangkang), paling lama 2 bulan beratnya menjadi 200 Gran, jadi 100 persen dari ukuran benih," jelasnya.
Meski proses penempatan benih bersamaan, namun menurutnya proses molting dari kepiting tersebut tidak bareng. Dia menyebut terkadang dalam satu hari sudah ada yang molting, ada juga yang 7 hari baru bisa molting. Namun kepiting tersebut melakukan molting maksimal dua bulan setelah penempatan benih di hutan mangrove.
Karena proses molting yang tidak bersamaan ini, proses panen kepiting budidaya ini tidak bisa serentak. "Proses panen selektif, karena walaupun ditaruhnya sama, tapi molting-nya tidak sama," ungkapnya.
Di alam, menurutnya, ancaman bagi kepiting adalah predator alam seperti belut laut. Kepiting juga sangat peka dengan kondisi cuaca ekstrem. Khususnya pada saat pergantian dari cuaca normal menjadi ekstrem..
"Tapi kalau di sini aman. Untuk faktor cuaca, kepiting ditempatkan pada tempat yang teduh," bebernya.
Budidaya kepiting ini memiliki beragam manfaat bagi nelayan setempat. Kepiting budidaya ini sangat diminati dan harganya cukup menggiurkan. Satu kilogram kepiting dibandrol berbeda, tergantung ukurannya. Jika satu kilogram isi 4 ekor harganya Rp100 ribu, isi 3 ekor harganya Rp130 ribu dan satu kilogram isi 2 ekor harganya Rp150 ribu lebih.
"Kalau dari sisi pemasaran tidak ada kendala. Kita juga dibantu Arupa untuk pemasarannya," katanya.
Dari sisi ekonomi, budidaya kepiting ini menambah pundi-pundi penghasilan selain penghasilan sebagai nelayan tangkap. Sebab, hasil tangkapan tidak selalu banyak. Pada bulan tertentu hasil tangkapan ikan turun drastis.
"Ketika hasil tangkapan menurun, kita tetap bisa mendapat penghasilan dari budidaya ini," jelasnya.
Meski demikian, Sugeng dan nelayan lain tetap berharap dukungan dari pemerintah. Mulai Pemerintah Desa hingga pusat untuk bisa mengembangkan budidaya ini. Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya kepiting ini adalah media pembesaran yakni jeriken plastik.
Pada tahap awal, menurutnya, budidaya menggunakan jeriken ukuran 5 liter yang harganya lebih terjangkau. Namun jeriken tersebut hanya bisa sekali pakai saja. Saat ini, mereka menggunakan jeriken plastik ukuran 30 liter. Tentu saja harganya lebih mahal. Namun jeriken ini lebih tahan lama, bisa antara 3 hingga 4 tahun.
"Cuma harganya lebih mahal. Kami butuhkan jeriken ini untuk medianya," pungkasnya.