CPJ: Serangan Israel Tewaskan 48 Jurnalis di Gaza
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menyebut serangan Israel dipimpin IDF di Gaza, telah menewaskan 48 jurnalis dalam enam pekan. Tragedi terbesar sejak CPJ mulai menghitung, sekitar tiga dekade lalu.
CPJ mulai menghimpun data sejak Israel melakukan serangan balik per 7 Oktober 2023 lalu. Dalam seminggu serangan balasan Israel, enam wartawan telah meninggal di Gaza. Konflik yang paling mematikan bagi jurnalis sejak 1992. Lima jurnalis bahkan meninggal dalam satu hari yang sama.
Jumlah 48 jurnalis yang tewas selama enam pekan bahkan, bahkan mengalahkan jumlah seluruh jurnalis yang tewas di dunia, di tahun 2022, sebanyak 42 orang. 15 di antaranya tewas saat meliput konflik Ukraina dan Rusia.
Jumlah ini juga melampaui konflik yang paling mematikan bagi jurnalis, sebanyak 30 orang di tengah perang sipil di Suriah, diterjemahkan dari The Guardian, Selasa 21 November 2023.
Sebanyak 90 persen di antara jurnalis yang tewas adalah warga Palestina. Empat jurnalis Israel tewas saat serangan Hamas, dan seorang lagi warga Lebanon. Wartawan Palestina yang tewas sebagian besar adalah fotografer dan kontributor.
Sembilan jurnalis terluka, dan tiga lainnya hilang. 13 jurnalis ditangkap dengan tuduhan merusak "moral nasional" akibat menyebut Israel sebagai rezim yang suka menyensor.
CPJ pun mengeluarkan permohonan darurat pada Israel dan sekutunya di barat, untuk mereformasi aturan serangan IDF, agar tidak menggunakan senjata mematikan, pada jurnalis dengan tanda pengenal.
Sherif Mansour, Koordinator Komite di Timur Tengah dan Afrika Utara menyebut tingginya jumlah jurnalis yang tewas juga diikuti upaya sensor ketak mematikan internet dan listrik Israel di Gaza. Sedangkan informasi untuk air, makanan dan bahan bakar sangat dibutuhkan warga. "Meliput konflik menjadi semakin berbahaya bagi jurnalis Palestina, yang ada di garis depan dan tak memiliki tempat berlindung dan jalan keluar," katanya.
Israel sendiri disebut tak mau bertanggungjawab atas tewasnya jurnalis. Mereka justru menyalahkan organisasi tempat jurnalis bernaung, tak bisa melindungi pekerja atau media mereka.
Advertisement