Covid, Sanggar Alang-alang Surabaya Alih Fungsi Jadi Minimarket
Pandemi virus corona atau Covid-19 belum mereda. Aturan jaga jarak membuat sebagian orang memilih untuk berdiam diri di rumah. Jika terpaksa keluar rumah untuk kepentingan mendesak atau bekerja.
Namun, anak binaan Sanggar Alang-alang Surabaya tak ingin membuang waktu percuma. Setiap minggu mereka membaca Alquran secara daring. Kegiatan mengaji ini merupakan program kerjasama Sanggar Alang-alang dengan komunitas One Week One Juz (OWOZ).
“Sebelum pandemi, anak binaan kami yang berusia remaja sudah membaca dan memahami Alquran, setiap minggu satu juz secara daring. Jika sudah selesai membaca satu juz mereka laporan lewat WhatsApp,” kata Didit Hape, pendiri dan pengasuh sanggar Alang-alang kepada Ngopibareng.id, Senin 20 Juli 2020.
Tujuan kegiatan ini, lanjut Didit Hape, agar anak-anak tidak menganggur. Usia remaja yang dipilih karena mereka lebih mudah diatur. Lokasi sanggar ini dibagi menjadi dua, yakni belakang terminal Joyoboyo serta di kampung 1001 Dupak. Saat ini, tercatat ada 169 anak binaan yang berasal keluarga kurang mampu.
Sanggar Alang-alang yang berfokus pada pendidikan anak di luar sekolah sejak tahun 1999 ini terbagi menjadi tiga kategori siswa. Yakni siswa PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), PAUS (Pendidikan Anak Usia Sekolah SD-SMP), dan PAUR (Pendidikan Anak Usia Remaja).
Sebelum pandemi corona, sanggar selalu dipenuhi anak-anak untuk belajar setiap Senin-Jumat sekitar pukul 15.20-17.30 WIB. "Mereka belajar pemahaman dan pengamalan Alquran, seni budaya, pembinaan ibu dan anak, menggambar atau melukis, hingga mengaji," terang Didit Hape.
Dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar, Didit mengaku dibantu banyak pihak antara lain istri tercinta Budha Ersa, relawan mahasiswa dan komunitas di Surabaya hingga pelukis senior.
“Kalau normal kegiatan belajar mengajar full dari Senin sampai Jumat. Biasanya setelah Ashar hingga Maghrib setelah anak-anak pulang sekolah. Yang mengajar ada mahasiswa Unair dan Unesa, Komunitas Bening hati, Disbudpar, Kemenag hingga pelukis senior,” rinci Didit Hape.
Sanggar Berubah Jadi Minimarket Berharga Miring
Jika anak binaan yang berusia remaja rajin mengaji, beda dengan anak PAUD dan PAUS. Mereka diliburkan dan tidak ada kegiatan belajar. Kendati demikian, Didit Hape dan sang istri selalu memantau kegiatan anak-anak binaannya melalui grup WhatsApp.
Kondisi sanggar yang kosong membuat Didit Hape memutar otak. Sebab, dia harus mengeluarkan biaya sewa gedung. Ide pun tercetus. Dia "menyulap" sanggar menjadi minimarket dadakan.
"Kita menyediakan kebutuhan pokok atau sembako seperti beras, bumbu dapur, gula dan minyak yang dibanderol separuh harga," terang dia.
Minimarket ini khusus untuk anggota sanggar. Sehingga mereka tidak perlu membayar mahal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Minimarket ini beroperasi setiap hari.
“Sanggar itu saya bayar biaya sewa gedungnya. Karena nggak ada yang makai, akhirnya saya ada ide buat minimarket murah. Istilahnya toko sedekah, ini buat anggota sanggar kami agar bisa memenuhi kebutuhan mereka dengan harga miring,” ujar Didit Hape.
Sanggar pun Jadi Lokasi Sedekah
Selain minimarket, Didit Hape juga memanfaatkan sanggar yang kosong sebagai lokasi sedekah. Aksi sosial ini berupa bagi-bagi masker hingga sembako gratis. Bantuan ini berasal dari para donatur tetap Sanggar Alang-alang yakni para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi ternama, paguyuban masyarakat Tionghoa Surabaya, Hotel Ascot hingga Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
“Mungkin bagi-baginya sudah 5-6 kali. Kami dapat bantuan masker, sembako dari para donatur tetap. Langsung kami bagikan kepada anggota sanggar yang berhak menerima dengan tetap mematuhi protokol,” tutur Didit Hape.
Sementara itu, saat ditanya jadwal kegiatan belajar mengajar selanjutnya, Didit Hape mengaku sanggarnya fleksibel atau beradaptasi dengan perkembangan kasus Covid-19 sesuai aturan pemerintah.
“Kalau belajar mengajar kami fleksibel, kami ikut perkembangannya saja. Kami ikuti instruksi pemerintah,” tutupnya.
Advertisement