Covid, Driver Agen Wisata Banting Setir Jajakan Mie “Coronaâ€
Pandemi corona berdampak terhadap semua lapisan masyarakat. Salah satunya driver agen tur wisata di Desa Jeblog, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar. Adalah Abdul Rozzaaq Al-Basith Muhammad. Laki-laki berusia 31 tahun itu sudah bekerja sebagai driver di salah satu agen wisata di Blitar sejak dua tahun lalu.
Namun, penutupan tempat wisata serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuatnya harus memutar otak. Basith lalu tercetus ide untuk berjualan makanan. Sebelumnya, pria yang pernah bekerja di restoran pizza itu berencana menjajakan spaghetti. Tetapi, melihat kondisi pasar akhirnya Basith memilih untuk berjualan mie.
Basith belajar resep mie dari temannya. Setelah itu dia mulai memproduksi sendiri dan menjualnya.
“Awalnya saya ingin jualan spaghetti, namun setelah melihat pasaran saya ganti rencana. Saya lalu memutuskan untuk berjualan mie” kata Basith kepada Ngopibareng.id pada Sabtu 16 Mei 2020.
Mie yang dijual Basith terbilang unik lantaran namanya “Corona”. Dia sengaja memilih nama tersebut menyesuaikan kondisi pandemi yang sedang berlangsung. Corona sendiri merupakan kependekan dari Coba Roso Enaknya (coba rasa enaknya).
Lebih lanjut, mie corona tersedia dalam empat varian warna yaitu original, kuning, merah hambu, dan hijau. Keempat warna ini diperoleh dari bahan alami. Warna merah jambu dari buah naga, hijau dari bayam, dan kuning dari wortel.
"Olahan mie yang berwarna-warni untuk menarik pelanggan," sambung dia.
Mie buatan Basith dijual dalam bentuk matang dan mentah. "Pembeli tidak perlu repot masak. Tapi kalau ada yang memesan mie mentah, saya enggak menolak rezeki," kata Basith.
Mie Corona Rp 8.000
Harga mie buatan Basith terbilang murah. Per porsi yang berisi 100 gram mie dibanderol Rp 8.000 untuk warna original. Sedangkan mie berwarna harganya Rp 9.000. Spesial Rp 10.000, mie dilengkapi topping seperti sosis, pentol, irisan timun, dan bawang merah goreng.
Menurut Basith, harga ini terjangkau di kantor warga Blitar. Terlebih, produk mie buatannya belum begitu terkenal.
“Saya banderol mie per porsinya di bawah Rp 10.000 karena ini masih baru. Menurut saya harga segitu terbilang pas untuk wilayah Blitar,” tambahnya.
Mie Warna Hijau yang Laris
Mie Corona yang favorit warna hijau. Berdasarkan cerita Basith, mayoritas pembeli masih belum berani mencoba mie warna merah jambu dan kuning. Mereka menganggap mie akan bercita rasa seperti rasa buah naga dan wortel. Padahal sebenarnya tidak demikian.
Basith berniat membuat inovasi agar lebih menarik banyak pelanggan. Yaitu dengan menjual mie berwarna hitam. Warna hitam ini terinspirasi dari banyaknya masyarakat yang sedang demam Korea. Terlebih warna hitam bisa didapat dari bahan alami.
“Mie favorit masih warna hijau, mungkin pembeli nggak berani mencoba warna lain karena takut rasanya. Padahal sebenarnya tidak pengaruh, ke depannya sendiri saya ingin mencoba membuat warna hitam,” bebernya.
Proses Memasak Sekitar 2 Jam
Dalam sekali produksi Basith bisa menghabiskan tepung terigu 2.5 kilogram, telur 4 biji, 2.5 kilogram untuk jumlah total buah naga, bayam dan wortel yang digunakan. Selain itu, seperempat kilogram bawang merah dan putih, daun bawang, mentimun, pangsit dan daging ayam. Tak lupa setengah kilogram pentol, sosis 8 buah, dan minyak wijen ukuran 200 ml.
Setiap harinya, Basith mulai produksi mie pukul 13.00 WIB. Dia dibantuan sang istri. Mereka membuat adonan selama setengah jam. Lalu, mie dicetak memakan waktu satu jam.
Mie yang sudah dicetak dibiarkan selama satu jam untuk proses penganginan agar tahan lama. Setelah itu, mie dimasukkan ke dalam kulkas. Mie akan direbus ketika ada yang memesan. Mie sendiri bisa bertahan selama tiga hari, dan dalam sekali produksi Basith bisa menghasilkan 32 porsi.
Pesan-Antar Secara Pribadi
Dalam memasarkan mie corona, Basith memanfaatkan media sosial Facebook, WhatsApp, dan Instagram. Selain itu, kedua kakak dan istrinya turut berpatisipasi dalam memasarkannya. Saat ini, para pembeli masih didominasi oleh teman-temannya sendiri.
Mie corona yang dijual sejak 1 April 2020 ini mengalami kendala dalam pemasaran. Basith belum bisa menjual mie hingga ke luar kota Blitar. Kendala lainnya, proses pengantaran mie masih dilakukan Basith dan istrinya sendiri.
Cara ini ditempuh untuk menghemat ongkos ojek. Untuk biaya ongkos kirim wilayah Blitar Kota hanya dipatok Rp 10.000 minimal oreder tiga bungkus mie.
"Kalau bayar kurir ongkosnya Rp 15.000 sekali kirim. Sedangkan transportasi online Rp 20.000. Saya dan istri kirim sendiri terkadang kelelahan juga," terang Basith.
Patuhi Protokol Kesehatan
Dalam proses pembuatan dan pengiriman mie, Basith tetap mematuhi protokol kesehatan. Salah satunya dengan memakai masker dan mencuci tangan. Bapak satu anak itu menjaga kebersihan makanan sekaligus melindungi diri dari virus corona.
“Saya juga memakai masker dalam proses pembuatan dan pengirimannya. Agar semua steril dan tidak tercemar, penjual dan pembeli pun menjaga dari Covid-19,” jelasnya.
Menyadari omsetnya masih belum stabil, Basith mengaku bersyukur lantaran masih bisa mengais rejeki di tengah maraknya karyawan di PHK dan menganggur selama pandemi corona.
Jika corona berakhir, Basith akan tetap konsisten menjalankan usaha mie dengan membuka warung. Dia akan membagi tugas dengan sang istri. Sang istri nantinya bertugas menjaga warung mie, dan Basith kembali menjadi driver agen wisata.
“Saya bersyukur walau omsetnya 40 kali lebih kecil dibandingkan penghasilan dulu. Saya beruntung masih bisa berjualan dan mengais rejeki. Ke depannya ini akan tetap saya lanjutkan dan membagi tugas dengan istri,” tutupnya.