Tanpa Masker, Ini Suasana Idul Adha di Pesantren Aqobah Jombang
Sekitar 400 santri Pondok Pesantren Al-Aqobah Jombang merayakan Idul Adha di pesantren mereka, di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Para santri menjalani isolasi berlapis saat tiba di pondok. Kini mereka bisa beribadah dengan lebih nyaman lantaran ancaman Covid-19 terasa sangat jauh, setelah satu bulan tinggal bersama tanpa temuan kasus.
Waktu menunjukkan pukul 12.30 WIB, pada Sabtu 1 Agustus 2020. Sejumlah santri putra mengantre di dapur untuk menyantap makan siang. Dengan antusias mereka berjajar rapi sambil membawa piring plastik.
Sebagian mengenakan sarung seusai menunaikan Salat Zuhur, sebagian berbaju santai. Setelah mendapatkan nasi dan lauk rendang juga sate, mereka melahap kudapan lezat yang dibuat Mak Dapur. Tak terlihat masker menggantung di leher mereka. Santri duduk melingkar di lantai, atau di kursi. Tak ada jarak yang cukup longgar di antara mereka.
Hal serupa juga terlihat di sudut pondok santriwati. Mereka memuluk nasi dengan santai dan guyub. Ada yang duduk lesehan, ada pula yang duduk di kursi atas.
Kondisi tanpa masker dan tak jaga jarak tak terjadi begitu saja. Pengasuh pondok berani melonggarkan protokol kesehatan setelah satu bulan para santri tinggal bersama, dan tanpa ada kasus Covid-19 baru. Selama di pondok, santri dilarang keluar dan hanya disibukkan kegiatan mengaji serta belajar online.
Isolasi Berlapis
Sebelum datang bertahap mulai 4 Juli 2020, para santri diwajibkan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Ketika tiba di pondok, mereka menjalani tes tes rapid ataupun swab. Langkah selanjutnya mereka diisolasi kembali di beberapa ruang yang disediakan pondok, sekitar dua minggu. Seperti ruang kelas, tempat futsal, dan pusat studi hadis (PSH).
“Mereka sudah normal kembali karena sudah di sini selama satu bulan. Dari pengawasan kami semuanya aman dan nggak ada yang sakit. Isolasinya sudah dobel-dobel,” kata Akhmad Kanzul Fikri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah.
Pria yang akrab disapa Gus Fikri itu menyebutkan, selama diisolasi, para santri memiliki jadwal mandi. Selain itu, tempat tidurnya dibuat berjarak dua meter lebih. Makan para santri juga dibungkus untuk menghindari kerumunan.
Santri Dilarang Keluar
Hingga saat ini tercatat sekitar 400 santri kembali ke pondok. Santri ini terbagi menjadi dua, di Aqobah 1 dan Aqobah 4. Meski yakin aman dari Covid-19, namun pengasuh menerapkan sejumlah antisipasi berbeda di tahun ini. Salah satunya meniadakan outbond dan menggantinya dengan makan bersama hewan kurban di pondok.
Terdapat dua ekor sapi dan empat ekor kambing yang diperoleh dari wali santri. Pondok menyewa jasa lima jagal untuk menyembelih dan memotong kecil-kecil. Daging yang sudah terpotong sebagian dimakan santri dan sebagian yang lain dibagikan ke warga sekitar.
“Masaknya diolah Mak Dapur, kalau dulu pesan orang. Sebelumnya, selesai Salat Id langsung outbond di Wonosalam untuk membangun karakter leadership santri. Tetapi karena Covid, tahun ini kami tunda,” ujarnya.
Selain itu, pihak pondok tetap menerapkan aturan ketat. Menyadari status Jombang yang masih zona merah, santri dilarang pergi keluar pondok. Santri diperbolehkan jika memiliki kepentingan urgent. Seperti sakit .
Saat keluar mereka diwajibkan menggunakan masker dan berjarak. Untuk tamu yang mengunjungi juga diharuskan bermasker. Selain itu menggunakan hand sanitizer yang sudah disediakan.
“Santri kami larang keluar, mereka diperbolehkan keluar kalau sakit parah dan butuh ke rumah sakit. Mereka juga harus memakai masker dan berjarak saat pergi. Tamu yang datang harus bermasker dan menggunakan hand sanitizer yang kami sediakan,” lanjutnya.
Senang dan Sedih Santri
Santri pun merasa senang sekaligus sedih. Menikmati daging kurban di pondok menjadi pengalaman pertama sebagian santri. Sebelumnya banyak yang menghabiskan waktu hari raya kurban dengan keluarga.
“Saya senangnya karena bertemu banyak teman, tetapi sedihnya gak bisa sama keluarga. Kadang juga sering teringat masakan rumah. Di sana biasanya makan daging kurban bareng ibu, ayah, adik, dan nenek,” cerita Yasifa Yasmin, santri asal Tegal, Jawa Tengah.
Berbeda dengan Yasmin, dua santri putra yang lain mengaku betah dan menikmati lebaran di pondok. “Makan daging kurban di pondok buat saya senang bisa bareng teman-teman. Kemarin juga takbiran bareng, ini baru pertama makan kurban di sini, sebelumnya ikut outbond terus,” beber Muhammad Maulana Abdulloh, santri asal Sidoarjo yang sudah mondok selama lima tahun.
Senada dengan Maulana, santri lainnya menceritakan hal yang sama. Di pondok membuatnya nyaman karena dia bisa bercengkerama dengan banyak teman. Selain itu, masakan Mak Dapur yang lezat membuatnya lupa rumah.
“Di pondok saya bisa bareng dengan teman-teman, kalau di rumah itu dikekang. Saya sudah betah di sini, masakan mak dapurnya juga cocok di lidah,” tutur M. Gunanjar Asshofi, santri asal Tuban.
Advertisement