COVID-19 Berbahaya, Vaksin dan 3M Pencegahannya
Covid-19 adalah penyakit dengan tingkat penularan yang sangat tinggi. Covid-19 yang disertai oleh penyakit penyerta (komorbid) bisa berakibat fatal bagi kesehatan pasien. Itulah alasan kenapa dokter dan para ahli menganjurkan untuk terus disiplin menjalankan protokol 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak), meski vaksin Covid-19 tiba nantinya.
Dokter Erika, Sp,JP. FIHA, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah selaku tenaga kesehatan yang terlibat langsung dalam penanganan pasien Covid-19 menceritakan, masih merasa takut terpapar Covid-19 sampai sekarang.
"Namun pengalaman merawat pasien sampai melihat mereka sembuh mengalahkan rasa takut saya”, ceritanya pada acara Dialog Produktif bertema Indonesia Siapkan Vaksin yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu 2 Desember 2020.
Sebagai dokter spesialis jantung, dr. Erika menemukan cukup banyak pasien Covid-19 dengan komorbid jantung dirawat dan kondisi kesehatannya rentan sekali memburuk. Kata dia pasien Covid-19 dengan komorbid jantung dan hipertensi cukup beresiko tinggi. Pasien Covid-19 dengan komorbid jantung secara otomatis menciptakan problem tersistematis (systemic problem) yang perawatannya jauh lebih sulit daripada yang tanpa komorbid.
Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K)., Msi, Anggota Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) juga turut menjelaskan bahwa penyakit ini tidak memandang bulu.
Kata dia, 60,4 persen pasien di rentang umur 19-59 tahun. Penyebabnya karena rentang umur aktif di luar rumah dengan berjualan, bermain, dan segala aktivitas lainnya. Pemerintah sebenarnya telah berupaya maksimal dengan melakukan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment) dan mengedukasi masyarakat agar patuh terhadap 3M, tapi hingga November sekitar 160 dokter meninggal dan sekitar 130 perawat atau paramedis juga meninggal.
"Dokter dan paramedis yang meninggal itu karena mereka berjuang untuk mengobati yang terlanjur sakit tadi. Ayo kita cegah COVID-19 dengan 3M dan 3T, tapi harus ditambah dengan vaksinasi yang memiliki cakupan 70%, maka diharapkan penularan akan terhambat, pandemi melambat, dan ekonomi akan meningkat”, ungkapnya.
Melihat kondisi pandemi akhir-akhir ini yang cukup sulit untuk dikendalikan oleh sejumlah negara di dunia, inisiatif melakukan intervensi kesehatan melalui vaksin pun dilakukan. Kata dia, sejak Mei Cina sudah mulai menyiapkan vaksin. WHO juga memulai langkah sama di bulan Juni, sementara di Amerika dan Eropa juga memulai persiapan kandidat vaksin di bulan Juni-Juli.
Vaksinasi dianggap menjadi langkah yang aman dan umum dilakukan di dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia telah melakukan vaksinasi kepada jutaan jiwa sejak 1974 dan terbukti aman. Percepatan penemuan vaksin dengan tetap memperhatikan asas keamanan dan efektivitas sangat diperlukan saat ini,
“Tujuannya adalah untuk menurunkan kematian dan kesakitan masyarakat. Tetapi harus diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) juga ada yang Namanya Data Safety Monitoring Board (DSMB) dan ada Komite Etik juga di Unpad. Perkara vaksin mana yang dipakai itu nanti biar pemerintah yang menentukan, tapi salah satu vaksin yang mungkin akan dipakai di Indonesia adalah vaksin Sinovac yang sudah diuji klinik fase III di Bandung”, terang Prof. Soedjatmiko.
Advertisement