Corak Pemikiran Makin Beragam, Ini Pesan Bagi Warga Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan, topik multikulturalisme seperti demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, kebebasan berekspresi dan berfikir mendapatkan ruang yang luas pasca Reformasi 1998.
Indonesia pun disebut mendapatkan wajah baru sebagai negara yang liberal dalam politik, ekonomi, budaya dan sebagian pandangan keagamaan.
“Di awal-awal Reformasi misalkan ada kelompok yang anti agama dan menuntut memperoleh ruang publik dan bahkan belakangan agama-agama setempat memperoleh tempat bahkan pengakuan dari Mahkamah Konstitusi, dan itu tidak bisa dicegah,” ungkap Haedar Nashir, dalam keterangan Selasa, 25 Mei 2021.
Pengaruh Multikulturalisme
Dalam realitas masa kini, pengaruh multikulturalisme dalam keberagamaan juga turut membuat sebagian orang berpandangan di luar pakem yang ada. Seperti dukungan beberapa tokoh berlatar belakang Islam kepada penjajah Israel belakangan ini.
“Bahkan kita juga baca yang pro Israel itu dari aktivis-aktivis ormas Islam. Ketika pada saat ini arus besar kita sedang pro Palestina, bahkan ada elit yang memandang bahwa Palestina bukan urusan kita. Ini realitas bahwa semakin menyebarnya alam pikiran multikulturalisme di Indonesia,” tutur Haedar.
Fenomena Berkembang- Reaktif
Menghadapi fenomena ini, Muhammadiyah menurut Haedar Nashir tidak boleh patah arang lalu beralih pada pendekatan reaktif yang penuh dengan kontroversi dan konfrontasi.
Muhammadiyah menurut Haedar, harus terus mengasah sikap penuh hikmah dan pendekatan solutif, konstruktif, alternatif dan kultural dalam berbagai strategi dakwahnya.
“Kita menyebarluaskan nilai-nilai Islam yang membawa pada keragaman pluralitas tapi memiliki nilai-nilai yang luhur. Muhammadiyah punya platform sendiri soal pluralisme, kita tidak mengarah pada sinkretisme dan sintesisme yang itu kita tolak. Tapi nilai-nilai pluralisme yang membawa kita pada Al-Hujurat ayat 13 adalah niscaya bagi kita,” jelasnya.
“Saya pikir, di titik ini warga Muhammadiyah perlu menjadi pelopor sebagaimana Kiai Dahlan begitu cara biarpun beliau berdebat dengan pendeta, tapi hubungannya sangat luas. Ini semua agar kita tidak tercerabut dari pandangan dan pemahaman kita,” kata Haedar Nashir mengakhiri.