20 Mahasiswa Unesa, Tertantang Lomba Dalang Wayang Majapahit
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kembali melahirkan mahasiswa berprestasi. Kali ini mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni berkesempatan menorehkan prestasi di bidang seni. Tim yang beranggotakan 20 orang ini berhasil meraih juara ketiga dalam lomba Dalang Muda Wayang Majapahit Tingkat Nasional di Universitas Airlangga.
Dua puluh anggota tim ini terbagi menjadi dhalang, sindhen, pengrawit, perlengkapan hingga dekorasi dan dokumentasi. Proses perlombaan ini dimulai dengan mengirimkan video aksi dhalang mereka kemudian dipilih dan diseleksi secara langsung bersama enam peserta lainnya.
Cerita yang diangkat oleh tim Unesa adalah Palagan Bubat. Pentas wayang ini mengisahkan tentang rencana pernikahan Prabu Hayamwuruk, Raja Majapahit dengan Dyah Ayu Pitaloka dari Sunda Galuh yang berujung kesalahpahaman hingga menjadi pertempuran yang menewaskan seluruh pengiring temanten dari kerajaan Sunda Galuh. Yang mana Patih Gajahmada yang dikambinghitamkan oleh elit politik kerajaan Majapahit yang dipimpin Wijayarajasa atau Bhre Wengker.
Dipilihnya cerita ini dikarenakan perlunya klarifikasi mengenai sejarah yang kelam. Untuk memberikan gambaran bahwa pertempuran yang terjadi di kisah ini bukan disebabkan oleh ambisi dari Mahapatih Gajahmada, melainkan pergolakan politik yang begitu hebat dimasa itu.
Untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan ini mereka membutuhkan waktu satu bulan. Dimana mereka harus mempersiapkan notasi iringan, naskah, hingga skenario lakon (sanggit).
Muhammad Yusuf Pebriansyah, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa berperan sebagai dhalang dalam perlombaan ini. Ia mulai tertarik dengan wayang sejak usianya masih belia. Namun awal ia mulai serius belajar menjadi dhalang saat ia duduk di kelas satu SMP.
“Walau saya bukan dari keluarga seni, saya suka dengan wayang sejak umur dua tahun katanya. Yang saya ingat memori-memori masa kecil saya sangat banyak tentang wayang namun lupa itu di umur berapa.” tutur Yusuf.
Menurutnya tim yang menjadi saingan terberat bagi Unesa yaitu tim dari ISI Surakarta. Mereka sangat kuat dalam menggarap pakeliran, iringan dan sanggit. Dan lagi dhalangnya adalah perempuan, Nyi Seruni Widawati yang berhasil meraih juara pertama.
Namun itu tak membuat tim Unesa menjadi patah semangat. Dengan dukungan yang diberikan dari pihak Universitas, kawan-kawan sanggar Bharada hingga kawan-kawan komunitas lain di FBS tetap membuat mereka semangat.
Yusuf juga mengatakan bahwa kecintaannya dan teman-teman timnya terhadap budaya ini membuat mereka tetap mempertahankannya. Meskipun harus terus berlatih dari pagi hingga malam tidak akan menolak, karena jika sudah terlanjur cinta apapun akan dilakukan.
“sudah menjadi komitmen saya dari awal bahwa saya akan serius dengan passion saya. saya akan terus berlatih untuk mencapai level tertinggi yang mampu saya capai.” tambahnya.
Yusuf juga menambahkan bahwa ia berharap lomba semacam ini untuk diadakan secara rutin. Baginya, ia dan para pemuda membutuhkan wadah untuk ajang apresiasi seni tradisional. Baik itu wayang majapahitan, wayang purwa, ludruk, kethoprak, maupun karawitan. Berharap bahwa mereka mampu berekspresi dan menggali potensi seni tradisi yang mereka miliki.
“Walau saya bukan dari keluarga seni, saya suka dengan wayang sejak umur dua tahun katanya. Yang saya ingat memori-memori masa kecil saya sangat banyak tentang wayang namun lupa itu di umur berapa.” tutur Yusuf.
Advertisement