Cibir Mencibir ala Humor: Tak Kenal Diri Lagi Sasaran yang Vital
Mencibir di depan umum seolah menjadi pekerjaan politisi kita saat ini. Bayangkan, seorang dengan wajah garang di Jakarta memperolok etnis lain di Kalimatan. Akibatnya, heboh di media sosial dan bikin gaduh masyarakat.
Agaknya, politisi kita kurang humor di panggung terhormat yang kerap justru mencederai hati dan kesadaran rakyat kecil.
Terkait hal itu, berikut contoh cibir-mencibir dalam humor. Hal yang sehari-hati kita saksikan, tapi menarik untuk ditampilkan.
Tetap bahagia dengan lelucon ya.
Tak Kenal Diri Lagi
Amrin Pembolos baru saja dipromosi dari Kapten menjadi Mayor. Begitu pulang ke rumah, ia buru-buru mengganti uniformnya yang lama dengan yang baru. Lalu sebentar-sebentar bercermin sambil tak jemu-jemunya mengamat-ngamati dirinya.
Kemudian dengan sangat bangga ia menanya istri yang sedang berdiri di sampingnya: "Sayang, kamu lihat, orang yang ada di dalam cermin ini siapa?"
Setelah mencibirkan bibir mencemoohnya, istrinya berkata: "Aduh, rupanya kamu sampai dirimu sendiri sudah tak kenal lagi nih!"
Mengenai Sasaran yang Vital
Suatu hari berbelanja ke Mal, seorang bocah lelaki yang berumur 5 tahun matanya sedang mengincar es krim dan merengek-rengek minta dibelikannya. Sang ibu berusaha membujuknya:
"O, Sayang, aku tahu kamu anakku yang penurut. Yuk, kita tidak membeli es krim di mal ini, sama-sama es krimnya. Di mal lain dijual dengan harga 3 dolar, sedang di mal ini dijual dengan harga 5 dolar. Yuk, kita jangan kena tipu!"
Tiada diduga si bocah lelaki itu tetap ribut-ribut, dan ngotot minta dibelikan es krim yang seharga 5 dolar ini. Sambil mencibir ia berkata: "Sama-sama Ibunya. Ibu orang lain bobotnya baru 50 kg, sedang Ibuku bobotnya sudah melebihi 75 kg!"
Kejadian di Meja Sarapan 50 Tahun Lalu
Ada pasangan suami isteri yang telah menikah selama 50 tahun. Mereka duduk di meja sarapan pagi satu saat lelaki tua itu berkata kepada istrinya, "Coba pikir, sayang, kita telah menikah selama 50 tahun."
"Ya," jawabnya,"Bayangkan, lima puluh tahun yang lalu kita duduk di sini di meja sarapan ini bersama-sama."
"Aku tahu," kata orang tua itu, "Kita mungkin duduk di sini telanjang lima puluh tahun yang lalu."
"Yah," Nenek mencibir, "Maksudmu... haruskah kita telanjang?"
Akhirnya keduanya dilucuti pakaian dan duduk di meja.
"Kau tahu, sayang," perempuan tua kecil terengah-engah menjawab, "putingku hari ini panasnya seperti lima puluh tahun yang lalu."
"Aku tidak akan terkejut," jawab si kakek, "Karena aku lihat satu masuk di kopi dan satunya di mangkuk bubur."