Chrisman Hadi Memimpin DKS Dengan Mimpi, Kesenian Dikorbankan
Seniman Surabaya akan mengajukan mosi tidak percaya kepada Dewan Kesenian Surabaya, yang kepengurusannya tidak diakui oleh Pemkot Surabaya. Menurut Pemkot, musyawarah DKS yang telah memilih kembali Chrisman Hadi sebagai ketua pada musyawarah hari Minggu 29 Desember lalu di hotel Great Diponegoro Surabaya dinyatakan ilegal karena tanpa melalui koordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya sebagai exofficio DKS.
Sekitar 25 seniman yang bertemu di Balai Pemuda hari Selasa lalu sepakat akan mengajukan mosi tidak percaya kepada Chrisman Hadi, bahkan selanjutnya akan melakukan class action.
Diantara para seniman yang bertemu itu antara lain Aribowo, Amang Mawardi, Sabrot D Malioboro, Saiful Mujib Ma’ruf, Semar Suwito, Muid Arsa, Heroe Budiarto, Budi Haryoso, Bambang Sudjono, Sahlan Husein dan seniman-seniman lainnya.
Dalam pertemuan seniman itu, Aribowo yang mantan Ketua DKS dan mantan Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur menyatakan, apa yang dilakukan Chrisman Hadi telah menyakiti seniman Surabaya. Dia seenaknya sendiri menjalankan lembaga kesenian, sementara sama sekali tidak memiliki latar kesenian.
“Dia menggabungkan imaginasi dengan hal yang nyata, dan menempatkan diri berlawanan dengan pemerintah kota. Dia menggunakan DKS sebagai alat politik, sama sekali tidak memikirkan perkembangan kesenian dan seniman Surabaya. Dia korbankan kesenian untuk mewujudkan imaginasi dan mimpi-mimpinya,” kata mantan Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Univesitas Airlangga ini.
Sementara Heroe Budiarto yang periode lalu jadi Ketua Bidang Organisasi, setelah berjalan setahun dirinya mengundurkan diri dari pengurus DKS karena merasa gelagat yang tidak beres dari kepemimpinan Chrisman.
“Saya melihat gelagat yang tidak beres dari Chrisman. Maunya dia melakukan perlawanan terus kepada pemerintah kota. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya mau digugat. Wali Kota juga mau digugat kalau tidak mau memberikan dana sekian miliar untuk DKS. Karena saya melihat sama sekali tidak ada kegiatan kesenian yang dilakukan, maka secara resmi saya lebih baik mengundurkan diri saja dari kepengurusan,” kata Heroe Budiarto.
Beda dengan Saiful Mujib Ma’ruf, yang mengatakan bahwa sebenarnya dirinya mengenal Chrisman Hadi sejak lama. “Sebelum musyawarah tahun 2014, ada dua orang teman yang mendatangi saya untuk membantu kepengurusan baru DKS, ketika itu.
“Tetapi setelah saya tahu bahwa yang akan dijadikan ketua nanti adalah Chrisman, maka saya memilih untuk tidak ikut campur. Demikian juga sebelum musyawarah kemarin dulu, sebenarnya banyak yang meminta saya untuk ikut pencalonan. Termasuk Chrisman sendiri. Untungnya saya tidak jadi ikut, karena ternyata Chrisman masih mau jadi ketua lagi meskipun kepada saya dia mengatakan tak akan mencalonkan,” kata Saiful Mujib.
Heroe Budiarto menambahkan, dengan berbagai persoalan yang ada di DKS ini, maka dirinya bersama teman-teman seniman yang satu visi segera akan mengajukan mosi tidak percaya kepada DKS yang secara ilegal mengadakan pemilihan ketua, dan menjadikan Chrisman Hadi kembali menjadi ketuanya.
“Kami bergerak bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk menyelamatkan kesenian di Surabaya. Selama lima tahun sudah terbukti Chrisman sebagai ketua tidak melakukan apa-apa untuk kesenian, kecuali malah menjauhkan DKS dari Pemkot Surabaya. Karena itu kami bergerak,” kata Heroe Budiarto. (nis)