China Kecam Taiwan Karena Ikut Campur Konflik di Hong Kong
Otoritas Taiwan menawarkan suaka warga Hong Kong yang terancam diadili karena terlibat unjuk rasa antipemerintah.
Seperti dilansir AFP, Senin, 19 Agustus 2019, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, menyatakan dukungan dengan menawarkan suaka untuk sejumlah demonstran Hong Kong yang terus menggelar protes menuntut dicabutnya rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi dan menuntut reformasi demokrasi.
Menanggapi hal itu, juru bicara kabinet China pada Kantor Urusan Taiwan, Ma Xiaoguang, melontarkan peringatan kepada Taiwan.
"Berhenti merusak penegakan hukum di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong, berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan berhenti memanjakan pelaku kriminal dengan cara apapun," kata Ma dalam pernyataannya.
Lebih lanjut, Ma menyebut Taiwan telah mengabaikan fakta dan membalikkan hitam dan putih, tidak hanya menutupi kejahatan yang dilakukan sejumlah kecil militan Hong Kong, tapi juga mengobarkan arogansi mereka untuk menghancurkan Hong Kong.
Bulan lalu, puluhan aktivis Hong Kong yang dilaporkan terlibat aksi penyerbuan ke gedung parlemen setempat, melarikan diri ke Taiwan. Otoritas Taiwan lantas menyatakan pihaknya akan memberikan bantuan bagi mereka yang mencari perlindungan.
"Mereka (Taiwan) secara terang-terangan mengklaim akan memberikan suaka (kepada para demonstran), membuat Taiwan menjadi 'tempat berlindung yang menampung para kriminal', lantas bagaimana dengan keselamatan dan kesejahteraan rakyat Taiwan?" tanya Ma.
Hingga kini, otoritas China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang menunggu reunifikasi. Namun Taiwan memiliki pemerintahan demokrasi sendiri.
Unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong diawali oleh oposisi meluas terhadap rencana untuk mengizinkan ekstradisi ke China daratan yang diatur dalam RUU ekstradisi yang tengah dibahas oleh parlemen. Aturan itu dinilai akan menggerus kebebasan yang kini berlaku di Hong Kong yang memiliki sistem pemerintahan sendiri.
Semakin lama, unjuk rasa di Hong Kong meluas menjadi tuntutan untuk reformasi demokrasi di wilayah yang pemimpinnya dipilih oleh komisi yang pro-Beijing itu.
Sementara itu, diketahui bahwa riwayat Taiwan dalam memberikan perlindungan untuk pembangkang China sedikit tidak jelas. Taiwan diketahui belum mengakui konsep legal untuk suaka, namun seringkali membiarkan para pembangkang China untuk tinggal di wilayahnya dengan visa jangka panjang.
Hubungan Taiwan dengan China semakin memburuk setelah Presiden Tsai menjabat tahun 2016 lalu, karena Partai Progresif Demokratik yang kini berkuasa menolak gagasan bahwa Taiwan adalah bagian dari kebijakan 'satu China'. (ant/wit)