Cerita Risma Soal Program E-Procurement
Sekitar tahun 2002, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang masih menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Program menceritakan pengalaman buruk yang sempat dialaminya bersama keluarga.
Ancaman ataupun teror didapat ketika dirinya hendak menerapkan program e-procurement. Namun, berkat dukungan Profesor Richardus Eko Indrajit, program tersebut berhasil diterapkan di lingkungan Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya dan nasional.
“Kalian tahu siapa orang ini? Dia adalah orang yang membantu dan menyelamatkan nyawa Saya (Risma) dan keluarga ketika menerima berbagai macam teror untuk menerapkan program e-procurement,” ujar Risma kepada pengunjung di koridor lantai 3 gedung Siola, Jumat, 7 September 2018.
Dijelaskan Risma, awal pembuatan program e-procurement sempat mengalami gejolak dan penolakan dari dalam tubuh pemerintahan Surabaya. Namun, kata dia, berkat bantuan dan dukungan Prof Eko, program yang bertujuan untuk memutus rantai korupsi bisa diterapkan.
“Saat presentasi di Bandung dan Jakarta, dia selalu meyakinkan kepada seluruh peserta bahwa langkah program ini sudah benar hingga akhirnya bisa diterima di level nasional,” ujar dia.
Menurut Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini, jika tidak menggunakan program e-procurement, Pemkot Surabaya akan mengalami kesulitan untuk mempercepat pembangunan. Mengingat dana yang diberikan sangat terbatas.
Meskipun dana yang di dapat terbatas, Risma mengatakan Surabaya bisa melakukan penghematan sekitar 20-25 persen melalui kompetisi yang ketat. Hasil penghematan ini, kata Risma, yang kemudian dimanfaatkan untuk membangun jalan dan saluran.
“Mungkin itu yang membuat pembangunan di Surabaya lebih cepat dibandingkan daerah-daerah lainnya,” urai dia.
Profesor Richardus Eko Indrajit mengatakan, dalam menciptakan suatu program pasti ada resiko gagal dan berhasil. Namun baginya, program e-procurement sudah berhasil diterapkan di Kota Pahlawan.
Kesuksesan itu dapat dilihat ketika banyak kota dan negara datang ke Surabaya untuk belajar teknologi, leadership, terobosan, ide, inisiatif dan terpenting melibatkan warganya dalam membangun kota. “Kota yang benar-benar layak untuk ditinggali karena melibatkan warga dalam membangun kotanya,” kata pria alumni Institut Sepuluh November (ITS) tersebut.
Ditanya soal perubahan gedung siola dulu dan kini, Prof Eko mengaku speechless saat melihat kondisi gedung siola yang dulunya sebagai pusat perbelanjaan kini disulap menjadi mall pelayanan publik.
Menurutnya, mall pelayanan publik siola sangat bagus dan sukses. Hal itu bisa dilihat dari cara warga bergerak, saling menyapa dan tersenyum.
“Kalau mau lihat baik buruknya pelayanan masyarakat bisa dilihat berapa jumlah orang yang tersenyum. Kalau perlu Surabaya buat program senyum orang,” katanya sambil tertawa. (frd)