Cerita Reza di Kanjuruhan, Dikira Tewas, Tolong Pasutri + Anaknya
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjeng, Kabupaten Malang, pasca-pertandingan sepakbola Arema versus Persebaya masih membekas di benak Reza Nailulhuda Hidayatullah, 24 tahun. Sebab warga Jalan Sunan Giri, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo itu sempat pingsan dan dikira sudah tewas oleh temannya.
“Bima, teman saya mengira saya sudah meninggal dunia, sebab napas saya kesulitan bernapas dan bola mata saya sudah memutih,” ujar Reza saat ditemui di rumahnya, Senin, 3 Oktober 2022.
Apalagi saat itu, Bima menjumpai tubuh ayah dua anak itu sudah tidak bergerak. “Bima kemudian membopong tubuh saya, dibawa ke poski kesehatan,” ujarnya.
Di posko kesehatan itu, dada dan perut Reza ditekan-tekan dan dipompa. “Akhirnya, saya siuman dan langsung dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut,” papar Reza.
Setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit, Reza diizinkan pulang. Ia mengambil sepeda motornya di tempat parkir kemudian bersama Bima, menginap di rumah neneknya di Kota Malang. Minggu siang barulah mereka berdua meluncur ke Probolinggo.
Ditanya pemicu kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Reza menduga, karena banyak supporter yang terkena semprotan gas air mata dan tindak kekerasan dari aparat keamanan. “Supporter mengamuk karena banyak teman-temannya yang terkena semprotan gas air mata. Padahal kami tidak berbuat anarkhis,” kata Reza.
Ia mengaku, heran mengapa polisi sampai tega menyemprotkkan gas air mata ke tribun yang dipenuhi penonton. Tribun dipenuhi beragam penonton mulai anak-anak, remaja, hingga para perempuan.
“Awalnya, Official Arema FC melalui pengeras suara meminta maaf atas kekalaganya dari Persebaya. Beberapa saat kemudian ada supporter yang masuk ke lapangan, usai laga,” ujarnya.
Sejumlah supporter membawa kaus yang kemudian diserahkan kepada Kapten Arema FC, John Alfarizi sambil berangkulan. Adegan tersebut memicu supporter lain untuk juga masuk ke lapangan bola.
Aparat keamanan kemudian menghalau para supporter di lapangan. Tetapi penonton semakin banyak yang memasuki lapangan.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata di tengah dan pinggir lapangan. “Anehnya, kami yang duduk-duduk tenang di tribun juga ditembaki gas air mata,” kata Reza.
Ia mengaku, menyaksikan sendiri bagaimana tabung gas air mata itu membentur palang besi di tribun dan jatuh di depannya. Akibatnya, para penonton di tribun pun berhamburan karena terpapar gas air mata.
“Saya tidak segera lari, karena berusaha menolong suami, istri, dan anaknya yang belum berusia tiga tahun. Hanya sang istri yang selama, sang suami dan anaknya meninggal dunia,” kenang Reza.
Setelah itu Reza berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan. Namun belum sampai di luar stadion, ia roboh (pingsan). “Kalau tidak segera digotong teman saya, ya saya mungkin bisa terinjak-injak para penonton yang pada panik saat ramai-ramai keluar stadion,” ujarnya.