Kisah Petugas Pemakaman Pasien Covid-19, Sehari 5 Jenazah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan Banyuwang, punya tim pemulasaraan jenazah. Tim ini terdiri dari tiga orang. Mereka adalah Agus Wahyudi, 31 tahun, Cholid, 38 tahun dan Sakti Fandi, 26 tahun. Untuk tim pemakaman ada tujuh orang, termasuk sopir ambulans pembawa jenazah.
Di sela kesibukannya, Agus Wahyudi sempat menceritakan sebagian kecil suka duka dari aktivitasnya merawat jenazah pasien Covid-19 hingga ke proses pemakaman.
"Begitu mendapatkan informasi ada pasien Covid-19 yang meninggal, kami langsung mengambilnya di ruang isolasi," beber pria yang akrab dipanggil Yudi ini saat berbincang dengan Ngopibareng.id, Jumat, 16 Oktober 2020.
Dengan alat perlindungan diri (APD) lengkap mulai masker, face shield, sepatu boot hingga hazmat, Yudi dan timnya menjemput jenazah untuk dibawa ke kamar mayat.
Selanjutnya jenazah tersebut dimandikan sesuai dengan syariat agama Islam. Sebelum dimandikan, jenazah lebih dulu disemprot dengan disinfektan. Ini untuk meminimalisir resiko penularan saat membuka pakaian jenazah tersebut.
"Jadi semua jenazah itu kami rawat sesuai dengan syariat agama Islam seperti layaknya mayat yang meninggal bukan karena Covid-19," ungkapnya.
Hanya saja bedanya, sebelum dikafani, jenazah lebih dulu dibungkus dengan plastik. Setelah itu barulah jenazah dikafani. Pemasangan kain kafan juga sesuai dengan syariat agama.
Setelah dikafani, jenazah dengan kondisi tertentu akan dibungkus plastik lagi. Kemudian jenazah dimasukkan ke dalam kantong mayat lalu ditempatkan di dalam peti jenazah.
"Di dalam peti jenazah, posisi jenazah juga dimiringkan kekanan dengan diganjal spon. Jadi meski di dalam peti, tetap semua dilakukan sesuai syariat agama," beber pria warga Lingkungan Krajan, RT 02 RW 02, Kelurahan. Singonegaran, Kecamatan Banyuwangi ini.
Sering Dicemooh
Yudi menuturkan, untuk penggalian makam biasanya dibantu oleh keluarga dan warga di sekitar tempat tinggal pasien meninggal. Karena di Banyuwangi tidak ada penggali makam khusus pasien Covid-19. Sedangkan untuk pengurukan makam dilakukan tim dari RSUD Blambangan.
Dalam proses menuju pemakaman inilah sering terjadi kendala. Baik itu dari pihak keluarga atau warga setempat. Yudi menuturkan, seringkali tim pemakaman yang datang dengan ambulans dicemooh oleh tetangga atau keluarga pasien meninggal. Oleh karena itu, sekarang ini setiap pemakaman jenazah Covid-19 selalu meminta pengawalan petugas Kepolisian.
Padahal menurut Yudi, dirinya bersama teman-temannya hanya membantu melaksanakan proses pemakaman. Pemakaman jenazah Covid-19 tidak mungkin diserahkan kepada masyarakat umum. Karena tidak semua memiliki kemampuan dan mengetahui prosesnya. Karena harus dilakukan dengan protokol kesehatan.
"Kami hanya pesuruh yang menjalankan tugas melakukan pemakaman. Tidak perlu dibantu, yang penting tidak mem-bully kami. Kami sudah sangat senang. Karena kami ikhlas menjalankan tugas kami," ungkapnya.
Sehari Lima Jenazah
Namun tidak semua orang mencibir mereka. Banyak juga yang memberikan semangat dan memberikan ucapan terima kasih kepada Yudi dan rekan-rekannya. Inilah yang menjadi suntikan semangat bagi Yudi dan timnya untuk terus bekerja.
Hingga saat ini, Yudi dan timnya sudah merawat dan memakamkan sekitar 70 pasien Covid-19 yang meninggal. Dalam sehari, Yudi dan timnya pernah melakukan pemakaman jenazah pasien Covid-19 hingga lima kali.
"Saya ingat itu mulai pagi sampai jam 21.00 WIB baru selesai," ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua RT di tempat tinggalnya itu.
Dukungan Istri
Pada awal menangani jenazah yang meninggal akibat Covid-19, Yudi mengaku sangat ketakutan. Ia bahkan harus menahan kencing dan haus, lantaran takut tertular jika membuka hazmat. Namun rasa khawatir yang berlebihan itu bisa terkikis setelah beberapa kali mendapatkan pelatihan.
"Setelah beberapa kali mengikuti pelatihan dan melakukan perawatan jenazah covid-19 paranoidnya mulai berkurang. Tapi rasa takut dan khawatir itu tetap ada. Karena virusnya tidak kelihatan," katanya.
Semangat untuk terus mengabdi menjadi petugas perawatan jenazah juga tidak lepas dari dukungan istrinya, Rita Handayani, 30 tahun. Hampir setiap hari Yudi dibuatkan jamu tradisional berbahan rempah seperti jahe, kunir dan serai, ramuan istrinya. Istrinya juga selalu menyiapkan vitamin dan suplemen untuk menjaga kesehatan dan imunitas tubuh.
Meski pada awalnya, istrinya sempat khawatir dan merasakan ketakutan seperti masyarakat umumnya. "Saya sampaikan pada istri saya, niat kita membantu. Kalau kita ikhlas Insya Allah akan dilindungi oleh Allah SWT dan terhindar dari penyakit," bebernya.
Yudi lebih dulu mandi di tempat kerjanya seusai melakukan pemakaman, ketika hendak pulang, dan berganti baju. "Kalau yang meninggal sampai 3 atau 4 orang ya ganti pakai sampai 3 atau 4 kali. Makanya saya bawa pakaian ganti lebih dari satu," jlentrehnya.
Pegawai honorer ini mengaku senang bisa membantu masyarakat, meski harus mengorbankan waktunya bersama keluarga dan kurang istirahat. "Yang pasti harus siap 24 jam. Setiap saat harus siap dipanggil. Baru pulang kadang sudah ada panggilan dari rumah sakit. Kadang istri iba kepada saya. Karena baru pulang, sudah harus berangkat lagi," jelasnya.
Advertisement