Cerita Orang Tua Bayi Kembar Siam Tulungagung, Sempat Curiga Saat Usia Kandungan 7 Bulan
Yoga Aska, 23 tahun, dan Yeny Dwi, 26 tahun, pasangan suami-istri asal Tulungagung ini adalah orang tua dari bayi kembar siam dempet bokong (pygopagus) Arsenio dan Arselo, yang menjalani operasi separasi darurat oleh tim dokter RSUD Dr. Soetomo pada Jumat 16 Agustus 2024 lalu.
Sang ibu, Yeny menceritakan bahwa buah hatinya tersebut lahir secara operasi sesar di RS Bhayangkara Tulungagung, pada 17 April 2024. Selama mengandung, dirinya sempat menaruh kecurigaan saat usia kandungannya mencapai umur tujuh bulan.
"Sempat ada kecurigaan dan sempat dirujuk juga untuk USG veto di Malang, tapi dinyatakan kondisinya baik, bahkan sempat posisinya 69, kepala (bayi) yang satu ke bawah dan (bayi lainnya) di atas, jadi kalau secara logika nggak seperti dempet," ucapnya saat ditemui di RSUD Dr. Soetomo, Selasa 20 Agustus 2024.
Kecurigaannya ternyata menjadi kenyataan. Saat proses persalinan secara operasi sesar berlangsung, dirinya beserta sang suami baru mengetahui jika buah hatinya tersebut lahir dalam kondisi kembar siam dempet bokong.
"Kemarin saat persalinan, memang penis dan anusnya itu menjadi satu, kelainan kembar siam dempet pantat ya, berat badan keduanya saat itu 5,2 kilogram," ungkapnya.
Karena bayi tersebut lahir dalam kondisi kembar siam dempet, pihak RS Bhayangkara Tulungagung lalu melarikan buah hati Yoga dan Yeny ke RSUD Dr. Iskak Tulungagung. Kemudian pihak RSUD Dr. Iskak langsung berkoordinasi dengan pihak RSUD Dr. Soetomo terkait rencana operasi separasi.
"Dari Tulungagung sendiri, ini baru kasus pertama dan di sini kan sudah ada dan juga sudah ada timnya, jadi dari rumah sakit di Tulungagung pun juga sudah koordinasi dari awal, jadi katanya memang menunggu cukup waktunya juga agar juga dari organnya juga cukup untuk nanti dilakukan operasi pemisahan itu," paparnya.
Yoga dan Yeny pun harus merelakan buah hatinya dirawat secara intensif selama kurun waktu tiga bulan lamanya di RSUD Dr. Iskak Tulungagung. Bayi tersebut pun sempat dibawanya pulang ke rumah, tapi tetap dalam pengawasan dan kontrol yang ketat dari pihak rumah sakit, puskesmas, serta bidan desa.
"Jadi bidan desanya juga setiap hari ke rumah, dokternya juga tiap dua minggu sekali, kalau dokter dari puskesmas tiap seminggu sekali ke rumah, harus kontrol dan rumah itu harus steril, tidak boleh ada kunjungan sama sekali. Kalau orang Jawa bilangnya njagong (menunggu sambil ngobrol)," tuturnya.
Namun, setelah menjalani perawatan dan kontrol rutin di rumah, kondisi bayi tersebut tidak kunjung membaik. Akhirnya, bayi tersebut dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo pada Kamis 14 Agustus 2024 dan tak berselang lama, pihak RS Dr. Soetomo melaksanakan operasi separasi darurat terhadap Arsenio dan Arselo.
Operasi separasi yang dilakukan selama sembilan jam lamanya tersebut menghasilkan sebuah kenyataan hidup bagi keluarga kecil Yoga dan Yeny.
Mereka ikhlas melepas kepergian Arsenio untuk selama-lamanya dan Arselo berhasil bertahan dan kondisinya semakin stabil pasca operasi.
"(Arselo) sudah semakin membaik, alat bantu kayak ventilator dan inkubasi itu sudah dilepas dan kemarin sudah boleh minum sedikit mulai sedikit, 45 ml per 12 jam, per 2 jam, sudah ada peningkatan dan alhamdulillah sudah mulai membaik meskipun yang satunya (Arsenio) sudah nggak ada," katanya.
Sementara itu, salah seorang tim dokter operasi separasi bayi kembar siam dr. Wurry Ayuningtyas menjelaskan, Arsenio juga terkena infeksi pada organ dalamnya, yakni paru-paru atau dikenal dengan infeksi pneumonia.
"Awal mulanya dari infeksi parunya itu, pneumonia, sempat satu bulan bolak-balik rumah sakit baru setelah dirawat selama tiga minggu di rumah, dan langsung dirujuk ke sini," ungkapnya.